Koran Sulindo – Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengaku siap mengikuti proses hukum setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan suap dana hibah pemerintah untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) melalui Kemepora. Imam Nahrawi juga diduga menerima gratifikasi.
“Saya mendengar apa yang sudah disampaikan oleh pimpinan KPK dan tentu saya sebagai warga negara Indonesia akan patuh, akan mengikuti semua proses hukum yang ada,” kata Imam di rumah dinasnya di Widya Chandra, Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Imam meminta semua pihak untuk menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah dan akan menyampaikan keterangan kepada pimpinan KPK, meski sudah menjadi tersangka.
“Sudah pasti saya akan sampaikan tentang materi yang tadi sudah disampaikan pimpinan KPK dalam proses hukum selanjutnya,” ujar Imam.
Imam yang juga politikus Partai Kebangkitan Bangsa meminta penetapan status tersangka ini tak membuatnya dicap bersalah.
“Saya akan buktikan. Saya berharap ini bukan sesuatu yang bersifat politis dan bukan sesuatu yang bersifat di luar hukum,” katanya.
Imam menyebut kebenaran harus diungkap dan dirinya akan menghadapi kasus yang dideritanya.
“Saya akan menghadapi dan tentu kebenaran harus dibuka seluas-luasnya dan selebar-lebarnya. Saya akan mengikuti proses hukum yang ada,” ucap Imam.
Imam mengaku dirinya belum membaca dan tahu hal apa saja yang disangkakan kepadanya. Namun ia siap mengikuti proses hukum yang akan dijalaninya.
“Saya tak bisa menduga-duga karena baru mendengar dan melihat atas tuduhan itu . Saya punya hak juga memberikan jawaban yang sebenar-benarnya agar proses hukum ini berjalan dengan baik, lancar dan bisa dibuktikan bersama-sama karena saya tak seperti yang dituduhkan,” tandas Imam.
Imam mengaku belum berkomunikasi dengan kader PKB maupun Ketua Umum PKB saat ini. Untuk itu, jangan sampai justifikasi ini membuat seolah-olah dirinya bersalah dan dirinya siap membuktikan nanti di meja pengadilan.
Imam berencana akan berbicara dengan Presiden Joko Widodo soal status tersangka padanya. Hal itu dikarenakan ia baru mengetahui statusnya sore tadi dan berharap diberi kesempatan berberkonsultasi dengan presiden.
Terkait dirinya dituding menerima uang suap, Imam pun menepis pernyataan KPK.
Menurutnya lembaga antirasuah itu harus bisa membuktikan dana itu ada atau tidak dan jangan hanya bicara saja.
“Saya belum menerima surat pemanggilan dari KPK. Terkait status saya, tentu keluarga sangat terpukul dan ini menjadi risiko dari jabatan sebagai menteri dan tentu harus siap dengan segala sesuatu,” kata Imam.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi persnya menyebut bahwa kasus dugaan suap yang menjerat Imam Nahrowi merupakan pengembangan kasus dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK.
“Dalam penyidikan tersebut ditetapkan 2 orang tersangka, yaitu IMR (Imam Nahrawi) dan MIU (Miftahul Ulum) asisten pribadi IMR,” kata Alexander Marwata dalam konferensi pers di Kantor KPK, Jakarta, Rabu (18/9/2019) sore.
Alex mengungkapkan, Imam diduga telah menerima suap sebanyak Rp 14.700.000.000 melalui Miftahul selama rentang waktu 2014-2018.
Dalam rentang waktu 2016-2018 Imam juga diduga meminta uang senilai Rp 11.800.000.000.
“Sehingga total dugaan penerimaan Rp 26.500.000.000 tersebut diduga merupakan commitmen fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora Tahun Anggaran 2018,” kata Alex.
Akibat perbuatannya, Imam dan Miftahul disangka melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sebelumnya, Miftahul sudah lebih dulu ditahan KPK sejak awal bulan ini. Pada kasus awal, KPK menjerat 5 tersangka, yaitu Ending Fuad Hamidy, Johnny E Awuy, Mulyana, Adhi Purnomo, dan Eko Triyanto.
Ending dijerat dalam jabatannya sebagai Sekjen KONI, sedangkan Johnny sebagai Bendahara Umum KONI. Baik Ending maupun Johnny telah divonis bersalah dalam pengadilan, dengan hukuman 2 tahun 8 bulan penjara bagi Ending dan 1 tahun 8 bulan penjara bagi Johnny.
Sementara itu tiga orang lainnya, yaitu Mulyana, Adhi Purnomo, dan Eko Triyanto, masih dalam proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. [CHA]