Sistem Pertahanan Rudal S-400 buatan Rusia yang menjadi incaran Qatar.

Koran Sulindo – Pemerintah Qatar masih terus mempelajari rencana pembelian sistem pertahanan udara canggih S-400 buatan Rusia.

Rencana itu telah memicu kekhawatiran sekaligus kecaman dari sejumlah negara saingan mereka yang dipimpin oleh Saudi Arabia.

“Mengenai hubungan kerja sama perdagangan senjata yang dimiliki Qatar dengan Rusia, kami percaya itu bukan urusan Arab Saudi, atau pun negara lain,” kata Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani dalam konferensi pers bersama Menlu Rusia Sergey Lavrov.

“Ada diskusi pengadaan berbagai peralatan  Rusia tetapi belum ada pemahaman mengenai peralatan khusus ini,” kata Sheikh Mohammed mengatakan pada konferensi pers bersama dengan  Lavrov.

Al-Thani menambahkan, pembicaraan mengenai pembelian tersebut sedang berlangsung dengan pihak Rusia. Sementara itu Menlu Rusia Sergei Lavrov juga turut mengkonfirmasi sedang menggelar pembicaraan kerja sama militer dengan Qatar.

“Sehubungan dengan Saudi atau negara-negara lain, itu bukan urusan mereka, ini keputusan berdaulat Qatar,” kata Al-Thani.

Kemungkinan terjadi kesepakatan pembelian senjata antara kedua negara pertama kali muncul pada tahun lalu dan langsung memicu reaksi dari negara-negara Teluk lainnya, yang telah memutus hubungan dengan Doha sejak 2017, karena tuduhan mendukung ekstremis di Suriah dan Iran.

Sementara itu Menlu Rusia Sergey Lavrov menyebut Moskow siap mempertimbangkan permintaan Doha jika mereka meminta pengiriman senjata.

“Kerja sama militer-teknis kami dengan Qatar diatur secara bilateral, 18 bulan yang lalu kami menandatangani perjanjian antar pemerintah tentang kerja sama teknis-militer,” kata Lavrov.

“Ketika mitra Qatar mengirimi kami permintaan pengiriman produk militer Rusia, kami akan mempertimbangkannya.”

Selain membicara soal rencana pembelian senjata, pertemuan  Al-Thani dan Lavrov juga membahas tentang Krisis Teluk yang dipicu tuduhan Saudi dan beberapa negara Arab lain bahwa Qatar mendukung terorisme.

Dalam kesempatan itu, Al-Thani juga mengatakan sejauh ini tak ada tanda-tanda mencairnya Krisis Teluk sekaligus menambahkan bahwa solusi politik di Suriah adalah satu-satunya pilihan bagi negara yang dilanda perang dan menyerukan persatuan di Libya.

Terkait Suriah, Al-Thani menegaskan bahwa Doha belum siap untuk menormalkan hubungan dengan Suriah, mengatakan negara yang dirusak perang itu harus memiliki solusi politik dan kepemimpinan yang dipilih oleh rakyatnya.

Hubungan antara Qatar dan Rusia bertambah mesra setelah diberlakukannya blokade oleh Arab Saudi, UEA, Mesir dan Bahrain di tahun 2017. Rusia secara konsisten menyerukan diakhirinya krisis melalui negosiasi.

Qatar sejauh ini telah menginvestasikan miliaran dolar ke dalam ekonomi Rusia termasuk menuntaskan kesepakatan 11,5 miliar dolar untuk mengakuisisi 20 persen saham perusahaan minyak negara Rusia, Rosneft.

Pada bulan Oktober tahun lalu Rusia dan Qatar menandatangani sejumlah perjanjian tentang kerja sama militer dan teknis.

Sistem pertahanan rudal S-400 Triumf adalah sebuah sistem pertahanan udara anti-pesawat generasi baru yang dikembangkan oleh Russia’s Almaz Central Design. Sistem yang sebelumnya dikenal sebagai S-300PMU-3 ini merupakan upgrade dari keluarga S-300.

S-400 menggunakan tiga rudal yang berbeda yakni rudal jarak yakni 40N6, 48N6 dan 9M96 yang masing-masing memiliki kemampuan berbeda.

Sistem ini dapat menghancurkan semua jenis target udara termasuk pesawat tempur, UAV, rudal balistik dan rudal jelajah dalam jarak 400 km di ketinggian sampai 30 km dan diklaim sanggup melumpuhkan 36 target secara bersamaan.

Sistem rudal ini dianggap dua kali lebih efektif dibandingkan sistem pertahanan udara milik Rusia sebelumnya dan dapat digunakan hanya dalam waktu 5 menit.[TGU]