Koran Sulindo – Menjelang gelaran Pemilihan Presiden 2019 gerakan #2019 Ganti Presiden justru terus mendapat penolakan di daerah-daerah di Indonesia. Tak hanya ditolak oleh pendukung Joko Widodo, gerakan itu juga ditolak masyarakat luas.

Terkait adanya aksi #2019GantiPresiden, Partai Kebangkitan Bangsa menilai jika gerakan yang dimotori oleh relawan dan parpol pendung lawan Jokowi di Pilpres 2019 itu, mengandung unsur kebencian.

“Tagar ganti presiden ada unsur kebencian,” kata Sekretaris Jenderal PKB, Abdul Kadir Karding dalam keterangan kepada wartawan, Senin (27/8).

Menurut Karding, Presiden harus dilihat sebagai simbol negara, sama seperti bendera Merah Putih. Dalam konstitusi Presiden memiliki kekuatan besar karena dipilih oleh rakyat.

Selain itu, masa jabatan Presiden RI juga sudah ditentukan, yakni selama 5 tahun.

“Presiden hanya dapat dijatuhkan dengan alasan mengkhianati negara, korupsi, menyuap dan tindakan kriminal yang luar biasa. Itu pun harus dengan prosedur yang ketat Pasal 7A dan 7B,” kata Karding.

Dirinya menganggap gerakan #2019GantiPresiden, adalah upaya mengganti kepala negara tanpa melalui jalur konstitusi, sebagai bentuk makar.

“Jadi kalau ada upaya mengganti presiden tidak pada jalur demokrasi dan konstitusi yang ada maka itu dapat diduga upaya makar,” kata Karding.

Alasan ia menyebut gerakan itu diduga merupakan upaya makar, karena yang tak disukai adalah Joko Widodo sebagai presiden. Tapi mengapa gerakan tersebut dilabeli dengan istilah ganti presiden. Mestinya, kata dia, mereka menggunakan #GantiJokowi, bukan ganti presiden yang merupakan simbol negara.

Selain itu, gerakan tersebut seharusnya dilakukan saat memasuki masa kampanye Pilpres 2019, bukan seperti sekarang ini. “Itu pun boleh dilaksanakan kalau saat tahapan kampanye telah dimulai.”

Anggota Komisi III DPR RI itu khawatir gerakan tersebut dapat menimbulkan kerusuhan di tengah masyarakat. Sebab itu sudah dibuktikan di banyak daerah yang menolak adanya gerakan tersebut. Maka dari itu, perlu penegasan sikap dari aparat dan pihak-pihak yang berwenang.

Gerakan #2019GantiPresiden yang dideklarasikan di beberapa tempat di Indonsesia menuai gesekan antara kubu pendukung dengan mereka yang menolak.

Di Surabaya, misalnya, ratusan massa mengepung Hotel Majapahit Jalan Tunjungan, meminta Ahmad Dhani yang sebelumnya akan hadir dalam deklarasi #2019GantiPresiden di Tugu Pahlawan Surabaya untuk mengurungkan niatnya.

Bekas suami Maia Estianty itu pun tidak dapat keluar hotel  untuk menghadiri deklarasi gerakan tersebut. Dan pada akhirnya, deklarasi dibatalkan.

Penolakan yang sama juga dialami Neno Warisman di Pekanbaru, Riau, sehari sebelumnya. Dan hal sama terjadi pula pada Ratna Sarumpaet di Bangka Belitung. [SAE]