Koran Sulindo – Aparatur sipil negara alias pegawai negeri sipil (PNS) akan diberikan insentif untuk sektor perumahan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Insentif tersebut terkait dengan kredit kepemiilikan rumah (KPR). Tujuannya: mendorong pelonggaran kebijakan uang muka atau loan to value (LTV) yang dikeluarkan Bank Indonesia.

Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, insentif diberikan untuk mencegah terjadinya kekurangan rumah atau backlog. “Kalau suplai kurang, akhirnya orang butuh rumah, terutama yang keluarga-keluarga baru, tidak bisa dapat. Kalau dapat rumah, harganya pun mahal,” ujar Wimboh di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (31/7).

Insentif tersebut, tambahnya, akan diberikan untuk perumahan skala kecil yang tidak digunakan untuk komersial. PNS dipilih karena dipastikan jauh dari risiko kredit macet atau nonperforming loan (NPL).

Selain itu, OJK juga memberikan insentif berupa Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) dan kredit bagi pengembang untuk pembelian tanah khusus pembangunan rumah. Padahal, selama ini, perbankan tidak bisa memberikan kredit pembelian tanah untuk pembangunan rumah. Dengan insentif baru itu, pihak OJK berharap para pengembang menjadi antusias berekspansi sehingga suplai rumah bertambah.

Wimboh optimistis, kebijakan tersebut bisa diwujudkan. Rencananya, soal insentif itu akan dikaji lebih detail dengan Bank Indonesia.

Bank Indonesia sejauh ini telah melonggarkan uang muka kredit rumah setelah menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Repo pada dua bulan lalu. Langkah tersebut juga sejalan dengan target Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk menurunkan backlog sebanyak 11,4 juta unit. Apalagi, masih ada 945 ribu PNS, 275 ribu Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan 360 ribu anggota Polri yang belum memiliki rumah.

Pada akhir Juni 2018 lalu, Presiden Joko Widodo kembali menagih laporan tentang program penyediaan rumah layak bagi aparatur sipil negara, polisi, dan anggota TNI. Dikatakan Jokowi, kebutuhan pokok bagi PNS, prajurit, dan polisi harus dipenuhi agar mereka bisa berkonsentrasi dalam menjalankan tugasnya.

“Ini penting, saya meminta laporan progress dan terus kami monitor,” tutur Jokowi dalam rapat kebinet di Jakarta.

Sebelumnya, pada April 2018, Jokowi meminta jajarannya memperhatikan penyediaan rumah layak bagi PNS, prajurit TNI, dan polisi, khususnya bagi yang berpenghasilan rendah. Apalagi, pemenuhan kebutuhan pokok berupa rumah bagi PNS, TNI, dan polisi juga merupakan bagian dari reformasi birokrasi. Dengan terpenuhinya kebutuhan pokok, mereka diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan pelayanan publik.

Pihak Real Estate Indonesia (REI) dan Asosiasi Pengembang dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) ketika itu merespons apa yang diungkapkan Jokowi tersebut. Mereka menilai rencana program rumah murah untuk PNS itu  belum realistis. Ada ketentuan dari perbankan yang menghambat program tersebut. “Kalau saya perhatikan, masalahnya adalah di gaji para PNS itu,” ujar Ketua Umum DPP Apersi Junaidi dalam diskusi “Memperkuat Program Sejuta Rumah” di Jakarta, 19 April 2018.

Junaidi lebih jauh mengatakan, gaji pokok PNS, TNI, polisi, dan pegawai non-PNS masih rendah. Dengan demikian tidak memenuhi ketentuan Bank Indonesia untuk mendapatkan KPR dengan nilai harga rumah Rp 300 juta hingga Rp 400 juta.

Sementara itu, Ketua DPP REI Soelaeman Soemawinata mengatakan, penghasilan yang didapat PNS sebenarnya mampu memenuhi syarat Bank Indonesia. Karena, walau gaji pokoknya kecil, para PNS mendapatkan tunjangan yang melebihi besaran gajinya. “Misalnya gaji pokoknya Rp 4 juta atau Rp 3,5 juta, dia mencicil sampai Rp 2 juta. Itu sudah tidak memenuhi syarat. Tapi, ada tunjangan yang sebenernya bisa untuk melakukan KPR,” kata Soelaeman  pada diskusi itu juga.

Ia pun aturan Bank Indonesia itu khusus untuk PNS ditiadakan, karena sangat kaku. Karena, PNS pada dasarnya mampu membayar cicilan dari pendapatan tunjangan. [RAF]