Koran Sulindo – Pemimpin Jaish al Islam, Mohammed Alloush dituduh mencuri uang US$ 47 juta sebelum mengundurkan diri dari kelompok itu.
Kantor berita FARS mengutip sumber-sumber yang dekat dengan kelompok itu menyebut, Alloush menggunakan uang curiannya untuk membeli restoran dan sebuah pusat komersial di Turki dan Arab Saudi.
Fars juga menyebut, Komandan Jaysh al-Islam di lapangan dilaporkan telah memanggil Alloush untuk meminta pertanggung jawaban atas penggunaan uang tersebut.
Alloush memimpin biro politik Jaish al Islam sejak dibentuknya kelompok teror itu.
Alloush mengumumkan pengunduran dirinya dari Jaysh al-Islam tanggal 3 Mei silam dengan klaim memberi kesempatan kepada generasi oposisi yang lebih muda memimpin “aksi revolusioner dan politik.”
“Keyakinan saya bahwa harus muncul energi baru untuk mengambil peran dalam pekerjaan revolusi dan politik, dan untuk melanjutkan tugas-tugas yang telah saya lakukan dan amanah yang berada di pundakku di masa-masa sebelumnya,” kata Alloush di akun twitternya.
Namun, sebagian besar aktivis oposisi Suriah tidak yakin dengan klaim Alloush .
Aktivis pro-pemerintah percaya bahwa pengunduran diri Alloush merupakan hasil dari kekalahan memalukan Jaysh al-Islam dalam pertempuran melawan Tentara Suriah di Ghouta Timur. Kekalahan tersebut memicu dihentikannya dukungan keuangan untuk Jaysh al-Islam.
Selain, Alloush banyak pemimpin Jaish al-Islam juga dituduh korupsi selama beberapa tahun terakhir termasuk kakaknya, Zahran Alloush yang merupakan pendiri Jaish al-Islam.
Ia dituduh menyelewengkan lebih dari US$ 12 juta sejak tahun 2015 sebelum terbunuh oleh Tentara Suriah.
Tingginya tingkat korupsi di Jaish al-Islam menjadi salah satu alasan utama kekalahan cepat kelompok itu di Ghouta Timur yang diakibatkan anjloknya semangat tempur di lapangan.
Jaish al-Islam adalah salah satu kelompok anti-Damaskus yang paling kuat di Suriah. Mereka dibentuk dari berbagai kelompok dengan anggota hampir seluruhnya merupakan orang-orang Suriah.
Tulang punggung kelompok ini adalah Liwa al-Islam atau Brigade Islam yang dipimpin oleh Zahran Alloush dan aktif di sekitar Damaskus. Posisi kelompok ini sangat kuat di Douma dan di Ghouta Timur.
Di tempat inilah protes melawan Damaskus pertama kali meletus pada tahun 2011 yang memicu blokade ketat Tentara Suriah.
Jaish al-Islam juga dianggap sebagai salah satu kelompok terbesar yang mampu bertempur dan bernegosiasi sekaligus. Mereka menarik sejumlah besar pengikut di dalam negeri dengan menawarkan layanan sosial dasar dan merekrut sebagian besar di wilayah yang dikuasai.
Selain memiliki struktur organisasi yang ketat, kelompok ini juga semula juga memiliki disipolin yang baik dan terus menerus menggunakan retorika Islam sejak awal krisis. Hal-hal inilah yang membuat kelompok ini terlihat lebih menarik.
Beberapa peneliti termasuk Aron Lund, penulis Perjuangan untuk Beradaptasi: Ikhwanul Muslimin di Suriah Baru percaya bahwa kelompok ini memiliki hubungan erat dengan beberapa monarki di Timur Tengah dan secara intens berhubungan dengan beberapa kalangan di Saudi
Dukungan Saudi kepada Jaish al-Islam bertentangan dengan rencana Saudi mencegah Suriah jatuh pada kelompok-kelompok jihadis yang lebih radikal seperti ISIS atau Front al-Nusra cabang al-Qaeda di Suriah. Karena kelompok ini justru menjadi sekutu utama Front al-Nusra.
Secara ideologis kedua kelompok ini sangat dekat dan di antara para anggotanya dianggap memiliki ikatan persaudaraan, terlepas perbedaan kecil dalam ideologi mereka.
Dalam wawancara televisi, Zahran Alloush mengatakan bahwa ia telah bertemu dengan Abu Maria al-Qahtani, salah satu pemimpin Front al-Nusra dan tak menemukan perbedaan mendasar antara Syariat Jabhat al-Nusra dan Syariah Jaysh al-Islam. (TGU)