AS berencana mempertahankan keberadaan tentaranya di Suriah.

Koran Sulindo – Setelah serangan udara terbatas pekan lalu, Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley mengumumkan AS bakal mempertahankan kehadiran tentaranya di Suriah tanpa batas waktu .

Mereka akan tetap berada di Suriah sampai semua tujuan-tujuan AS terpenuhi.

Tentara AS berada di Suriah secara ilegal sejak tahun 2015 atas klaim sepihak melawan ISIS. Mereka berubah menjadi tentara pendudukan atas 30 persen wilayah Suriah setelah kekalahan ISIS di timur laut negara itu.

AS berada di Suriah mendukung koalisi longgar pejuang Kurdi yang tergabung dalam SDF dan YPG.

Mereka menempatkan 2.000 hingga 4.000 personel yang mencakup semua wilayah di sisi timur Sungai Eufrat termasuk provinsi Deir Ezzor, Al-Hasakah dan Raqqa.

Mereka juga melatih 30.000 tentara Kurdi untuk mempertahankan wilayah itu dari ancaman tentara Suriah yang ingin mengambil kembali wilayah itu. Jelas AS tak menginginkan wilayah Suriah kembali bersatu di bawah pemerintahan Damaskus.

Rusia menuding AS juga melatih bekas-bekas anggota ISIS yang melarikan diri.

Sejauh ini catatan pendudukan AS di Suriah hanya menjadi perhatian media-media independen namuan tak membahas secara serius implikasi yang lebih luas dari pendudukan itu.

Seperti yang selalu menjadi pekerjaan AS secara historis jelas mempunyai dua tujuan utama, akusisi sumber daya untuk perusahaan mereka, dan destabilisasi pemerintah yang sah agar mendukung AS.

Wilayah di timur laut Suriah adalah wilayah penting karena kekayaan sumber daya alam. Daerah ini menyimpan 95 persen dari potensi minyak dan gas Suriah.

Itu termasuk dari ladang al-Omar yang menghasilkan 387.000 barel minyak per hari dan cadangan 7,8 miliar meter kubik gas setiap tahun.

Paling penting, hampir semua cadangan minyak Suriah yang diperkirakan berjumlah sekitar 2,5 miliar barel terletak di daerah yang sekarang diduduki oleh pemerintah AS.

Selain ladang minyak terbesar Suriah, AS dan proksi Kurdinya mengendalikan pabrik gas Conoco yang merupakan perusahaan minyak paling besar di negara itu.

Perusahaan itu memproduksi hampir 50 juta kaki kubik gas per hari dan mengoperasikan pabrik mereka sejak 2005. Di era pemerintahan Bush pemberlakuan sanksi membuat perusahaan asing lain seperti Shell meninggalkan Suriah. Pada tahun 2015, Kurdi berhak mendapat penghasilan lebih dari $ 10 juta setiap bulan.

Kurdi Suriah mengirim minyaknya ke daerah Kurdi Irak yang berbagi perbatasan yang nyaman termasuk dengan Turki.

Walaupun tak ada perusahaan yang kasat mata terlibat, kesepakatan antara Kurdi Suriah dan Kurdi Irak dimakelari ‘ahli minyak’ anonim yang bahkan tak menandatangani perjanjian langsung.

Sumber di Kurdistan Regional Government Irak (KRG) bercerita bahwa mereka menerima setoran tunai setiap bulan. Mengingat lebih dari 80 perusahaan asing yang berhubungan dengan KRG terlibat pengembangan minyak Kurdistan Suriah.

Hubungan lingkaran dalam Trump dengan industri minyak AS membuat aliansi ini menjadi lebih jelas.

Mantan Menteri Luar Negeri Rex Tillersonyang dipecat Maret lalu, sebelumnya adalah bos di ExxonMobil, perusahaan minyak yang secara sepihak menengahi kesepakatan minyak antara Kurdi dan pemerintah Irak.

ExxonMobil adalah pemegang saham terbesar pipa gas Qatar yang ditolak Bashar al-Assad. Penolakan itulah yang menjadi faktor konflik Suriah.

Trump sendiri, sebelum menjadi presiden memiliki investasi besar di ExxonMobil termasuk 11 perusahaan minyak dan gas utama lainnya seperti Total, ConocoPhillips, BHP dan Chevron.(TGU)