Ilustrasi: Anggota Muslim Cyber Army yang ditetapkan polisi sebagai tersangka/ntmcpolri.info

Koran Sulindo – Polisi masih mengejar otak di balik grup WhatsApp The Family Muslim Cyber Army (MCA) yang berinisial TM. TM diketahui adalah anggota The Family Team Cyber.

The Family Team Cyber yang merupakan grup tertinggi dan tertutup, hanya beranggotakan 9 orang.

“Wadah grup ini berisi orang-orang yang berpengaruh di dalam grup-grup lainnya untuk mengatur, merencanakan sebuah berita agar dapat diviralkan secara terstruktur,” kata kata Dirtipid Siber Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Fadil Imran, di gedung Dirtipid Siber Bareskrim Polri, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Di bawahnya, ada Cyber Moeslim Defeat Hoax yang grupnya bersifat sangat tertutup. Jumlah anggota kelompok ini 145 anggota dan mereka berkomunikasi melalui aplikasi Zello.

“Tugas anggota Cyber Moeslim Defeat Hoax ini membuat setting opini dengan membagi berita ke sosmed secara masif, serentak, dan bergelombang,” katanya.

Di bawahnya lagi ada Sniper Army Team, terdiri dari 177 anggota, yang tugasnya melakukan report terhadap akun lawan agar akun lawan diblokir atau tidak bisa diakses lagi. Selain itu Sniper Army juga melakukan kontranarasi terhadap kelompok lawan.

Grup MCA merupakan grup terbuka bagi siapa saja yang ingin bergabung. Sejauh ini grup MCA di jejaring sosial Facebook beranggotakan 102.064 akun anggota dengan 20 orang admin.

“Akun MCA United ini sebagai wadah penampung postingan dari member MCA yang berupa berita hoaks, video dan gambar provokatif untuk disebarluaskan,” kata Fadil.

Tersangka Bertambah Lagi

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri kembali menangkap tersangka baru bernama Tara Arsih Wijayanti (40), hari ini.

Tara adalah anggota kelompok penyebar ujaran kebencian di grup aplikasi Whatsapp The Family Muslim Cyber Army. Ia berprofesi sebagai dosen di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

“Dosen di UII Yogya, bahasa inggris. Dia juga merupakan admin di grup MCA,” kata Fadil, seperti dikutip ntmcpolri.info.

Selain Tara, 5 admin The Family MCA yang sebelumnya ditetapkan tersangka adalah Muhammad Lutfi (40), Riski Surya Darma (37), Ramdani Saputra (39), Yuspiadin (25), dan Ronny Sutrino (40).

Keenam orang ini anggota Sniper Army Team

Menurut Fadil, untuk menyebarkan informasi bohong alias hoax dan ujaran kebencian, grup tersebut memiliki grup-grup kecil yang beranggotakan ratusan orang.

Selain menyebarkan konten berbau SARA, keenam tersangka memiliki peran yang berbeda-beda.

“Tugas mereka melakukan report akun-akun lawan, untuk dilakukan take down. Atau menyebar virus agar tidak bisa operasikan gadget, dan kontra narasi isu isu kelompok lawan. Mereka berperan sebagai tim sniper dan inti. Dapur dari MCA para tersangka di belakang saya,” kata Fadil.

Para tersangka dijerat Pasal 45A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal Juncto Pasal 4 huruf b angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan atau Pasal 33 UU ITE dengan ancaman pidana penjara 6 tahun atau denda Rp 1 miliar.

Polisi menemukan barang bukti terkait penyebaran isu provokatif dan kabar bohong terkait isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). MCA menurut polisi menyebarkan isu terkait paham komunisme dan penganiayaan ulama.

Polisi menyebut kelompok MCA ini mirip dengan kelompok penyebar hoax Saracen.

Ratusan Ribu Akun

Grup ini memiliki jumlah pengikut ratusan ribu akun medsos.

Di media sosial, kelompok ini rutin menyebarkan postingan foto video dan berita palsu berisi penghinaan, fitnah, dan pencemaran nama baik terhadap pemimpin dan para pejabat negara.

“Mereka rutin memposting penghinaan dan pencemaran nama baik terhadap Presiden Jokowi, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, pejabat pemerintah dan anggota DPR,” kata Fadil, hari ini, seperti dikutip antaranews.com.

Kelompok ini juga kerap memposting hal-hal bernuansa SARA di medsos, termasuk isu provokatif tentang penyerangan terhadap ulama dan kebangkitan PKI.

“Contoh postingan yang paling banyak meresahkan masyarakat yakni penculikan ulama,” kata Fadil. [DAS]