Ilustrasi: Kantor Ditjen Migas/istimewa

Koran Sulindo – Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menggeledah kantor Direktorat Jenderal Migas, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (7/12). Penggeledahan merupakan tindak lanjut penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Kilang LPG Miniplant pada Kementerian ESDM di Musi Banyuasin tahun anggaran 2013-2014.

“Penggeledahan tersebut dilakukan dalam rangka mencari bukti-bukti yang diperlukan terkait dengan penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut,” kata Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Arief Adiharsa dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Kamis (7/12).

Dalam penggeledahan yang berlangsung sejak pagi hingga Kamis petang, sambung Arief, pihaknya menyita sejumlah barang bukti. Di antaranya dokumen, laptop, komputer, handphone, dan flashdisk.

“Barang bukti tersebut diduga ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi pembangunan LPG Mini Plant di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan,” ungkapnya.

Sebelumnya,  Pejabat eselon III Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berinisial DC ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan kilang LPG miniplant di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Kasus ini diselidiki Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri sejak pertengahan 2016 dan ditingkatkan ke penyidikan pada Agustus 2017.

“Berdasarkan fakta dan hasil gelar perkara, penyidik telah menetapkan satu orang tersangka atas nama DC, Oktober kemarin. DC adalah pejabat eselon III di Kementerian ESDM. Saat pengerjaan proyek, tersangka menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK),” kata Arief.

Dia mengatakan proyek tersebut dikerjakan pada 2013-2014. “Tujuan proyeknya, kilang akan memanfaatkan sumber gas di lapangan Jata untuk diolah menjadi elpiji dengan tujuan memenuhi kebutuhan elpiji di sekitar Musi Banyuasin, Sumsel,” ucap Arief.

Pembiayaan proyek ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian ESDM tahun anggaran 2013 dan 2014 dengan sistem multiyears. Perusahaan yang membangun kilang mendapat kontrak kerja senilai Rp 99 miliar.

Penyimpangan yang terjadi jelas Arief, adalah pembayaran sebesar 100 persen kepada kontraktor yang tidak menyelesaikan pekerjaannya. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi kerugian negara.

“Penyidik juga telah melakukan penyitaan berupa dokumen terkait perkara dan uang kickback sebesar Rp 1.086.000.000,” tambah Arief.

Polisi menjerat DC dengan Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. [YMA]