Koran Sulindo – Seorang pengusaha yang dikenal juga sebagai penyair dari Amerika Serikat, Samuel Ullman, pernah mengatakan bahwa pemuda bukanlah suatu fase dalam rentang kehidupan, tapi suatu kondisi pikiran. “Ini bukan soal pipi yang bersemu merah, bibir merah padam, dan lutut yang lentur. Ini berkenaan dengan tekad, suatu kualitas imajinasi, suatu kekuatan emosi. Inilah kesegaran dari musim semi kehidupan,” katanya.
Kenyataannya, di Indonesia, para penggerak revolusi untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini adalah kaum muda yang benar-benar muda dalam segi usia. Mereka sudah bergerak sejak usia belasan tahun.
Bung Karno, misalnya, sudah masuk dalam lingkaran kaum pergerakan pada usia kurang dari 17 tahun. Ketika tinggal di rumah H.O.S. Tjokroaminoto itu, ia bertemu intens dengan para pemimpin Sarekat Islam dan tokoh pergerakan kemerdekaan lain yang kerap datang ke rumah Tjokroaminoto, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdoel Moeis.
Bahkan, Semaoen memimpin Sarekat Islam Semarang pada usia 17 tahun dan kemudian mendirikan Persyarekatan Komunis India (PKI) pada tahun 1920. Ia menjadi ketua pertamanya.
Menjelang kemerdekaan, sekelompok pemuda bahkan mengancam Bung Karno dengan sebilah pisau, agar Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia waktu itu juga.
“Sekarang, Bung! Sekarang, malam ini juga kita kobarkan revolusi,” kata salah seorang pemuda itu. Namanya Chaerul Saleh
“Kami tidak ingin mengancammu, Bung,” kata yang lain lagi. Wikana namanya. “Revolusi di tangan kami sekarang dan kami memerintah Bung. Kalau Bung tidak memulai revolusi malam ini, maka….”
“Maka apa?” kata Bung Karno dengan nada marah dan bangkit dari kursinya. ”Ini batang leherku. Seret saya ke pojok itu dan potong malam ini juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari!”
Setelah itu, Bung Karno dan keluarganya pun dipaksa ikut mereka ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat. Pulang dari sanalah diadakan rapat di rumah Laksamana Maeda, Jalan Imam Bonjol sekarang, Jakarta, untuk mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Ketika membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan, usia Bung Karno pun masih 44 tahun lebih 2 bulan. Masih terbilang muda.
Setelah kemerdekaan, ketika pasukan Belanda mencoba menjajah kembali dengan membonceng tentara Sekutu, para pemuda juga ikut bertempur di banyak medan laga. Bahkan, ada divisi khusus untuk para pelajar, yang dinamakan Tentara Pelajar dan Tentara Republik Indonesia Pelajar. Anggotanya adalah para pelajar sekolah menengah pertama dan atas, yang umumnya belum lagi berusia 17 tahun. Mungkin itulah divisi tentara pelajar pertama di dunia.
Karena itu, bisa disepakati apa yang ditulis pakar sejarah dan politik Indonesia asal Amerika Serikat, Benedict Richard O’Gorman Anderson, yang menyatakan watak khas dan arah dari revolusi Indonesia pada permulaannya ditentukan oleh kesadaran pemuda. Sastrawan besar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, juga berpandangan sama. Menurut dia, sejarah Indonesia adalah sejarah pemuda Indonesia, yang dimulai dengan Perhimpunan Indonesia di Belanda, Sumpah Pemuda, Revolusi Agustus 1945, hingga digulingkannya Jenderal (Purnawirawan) Soeharto dari kursi kepresidenan.
Sayangnya, beberapa tahun belakangan ini, kita disajikan “prosesi” yang menyedihkan: banyak anak muda cerdas ber-iringan masuk ke dalam penjara karena kasus kriminal, terutama kasus korupsi. Padahal, dulunya, mereka adalah anak-anak muda yang bermata tajam memandang bintang, berhati keras dalam melawan rasa jenuh dan malas ketika menghadapi kerumitan yang berserakan di tumpukan kertas, para penafsir fasih derita bangsanya.
Sementara itu, indeks pembangunan manusia Indonesia berada di urutan ke-113, tertinggal dibandingkan Tiongkok (90), Thailand (87), dan Malaysia (59). Belum lagi banyaknya anak-anak di bawah usia lima tahun yang kekurangan gizi sangat serius, yang datanya sangat lengkap di Kementerian Kesehatan.
Terlalu banyak soal, terlampau banyak masalah di negara ini. Tapi, kita tak boleh menyerah. Pemuda Indonesia, bergeraklah! [PUR]