Ilustrasi: Perkebunan sawit di Indonesia telah membabat banyak hutan dan menciptakan banyak konflik lahan. Foto: Rhett Butler/ Mongabay Indonesia

Koran Sulindo – Hutan tropis dihancurkan habis-habisan di negeri ini sehingga terlihat seperti sedang terkena bencana. Hampir setiap tahun negara itu diselubungi kabut asap dari hutan gambut yang terbakar. Ribuan konflik lahan terjadi berkepanjangan di berbagai wilayahnya. Indonesia adalah salah satu negara dengan kesenjangan sosial tertinggi di dunia, dan separuh dari kekayaannya dikendalikan hanya oleh satu persen dari total jumlah penduduk.

Pilkada, yang menentukan nasib jutaan orang, kenyataannya direndahkan oleh praktik pembelian suara dan penyuapan secara terang-terangan.

Sebagian besar penyebab permasalahan-permasalahan ini bisa ditelusuri ke satu sumber: korupsi yang dilakukan segelintir politisi yang mengendalikan kabupaten-kabupaten di Indonesia.

Selama masa pergolakan setelah jatuhnya kepemimpinan diktator Soeharto pada 1998, kekuasaan sangat besar dialihkan dari pemerintah pusat ke kabupaten/kota di Indonesia. Terutama, kepada para bupati-bupati.

Mereka memegang kendali sepenuhnya bagaimana lahan dan hutan-hutan di dalamnya akan dimanfaatkan.

Dalam beberapa tahun yang singkat, para bupati telah membangun kerajaan kecil di berbagai wilayah di Indonesia. Mereka menggunakan kekuasaan untuk menguangkan sumber daya alam, mendanai pilkada, dan membangun dinasti dengan mengangkat kerabat mereka sebagai penerus dan menduduki posisi-posisi berpengaruh lainnya.

Di bawah tangan mereka, perusahaan-perusahaan sawit memperoleh jutaan hektar lahan dan hutan. Sebagian besar dalam kondisi dimanfaatkan dan dimiliki masyarakat adat dan pedesaan lain, yang hak-haknya dikesampingkan demi sektor swasta.

Perusak Utama

Perusahaan-perusahaan perkebunan memainkan peran utama dalam perusakan hutan tropis di Indonesia. Mereka mengeringkan rawa gambut dan meninggalkan lahan sangat luas yang mudah menyebarkan api. Mereka merampas lahan-lahan milik masyarakat dan membayar dengan sangat murah, sehingga memicu konflik berkepanjangan.

Kesepakatan-kesepakatan lahan yang dilakukan di bawah pengawasan para bupati telah menggelontorkan wilayah teritori yang sangat luas ke tangan konglomerasi milik kaum oligarki yang luar biasa kaya di tanah air.

Pada saat sama, mereka merampas akses terhadap lahan dan hutan dari keluarga-keluarga termiskin di pedesaan, tempat mereka menggantungkan penghidupan dan ketahanan pangannya.

Sementara pemerintah pusat yang berkuasa terus mengkampanyekan perlunya reformasi lahan, terutama sebagai sarana mengurangi kesenjangan, para bupati sibuk membagi-bagikan lahan negeri ini bagi kaum kaya.

Selama lebih dari satu dekade, dunia telah mengakui kerusakan lingkungan di Indonesia sebagai suatu permasalahan global. Negara-negara  Asia Tenggara adalah penghasil gas rumah kaca tertinggi hanya karena hutan-hutan dan lahan-lahan gambutnya hancur pada tingkat yang mencengangkan.

Perusahaan-perusahaan perkebunan itu hingga kini terus melakukan ekspansi dengan cara menghancurkan hutan dan melanggar hak asasi manusia. Banyak kebijakan yang gagal karena para politisi korup tetap berkolusi dengan mereka, akibat tak adanya akuntabilitas dan pengawasan. [DAS]

Tulisan ini disalin dan diringkas dari situs Mongabay.co.id (Indonesia Dijual: Mengungkap Relasi Tersembunyi Antara Penguasa dan Pengusaha).

Situs online tentang  lingkungan tersebut menerbitkan seri investigasi Indonesia Dijual mulai 10 Oktober lalu. Fokus pokok  pada seri ini adalah pengungkapan korupsi di balik krisis deforestasi dan hak lahan di Indonesia. Reportase dilakukan di berbagai wilayah Indonesia selama 9 bulan.

Seri ini mengekspos peran kolusi antara perusahaan-perusahaan sawit dan para politisi dalam menumbangkan demokrasi di Indonesia.

Indonesia Dijual adalah kolaborasi antara Mongabay dan The Gecko Project, dan diinisiasi Earthsight, lembaga nirlaba berbasis di Inggris.