Koran Sulindo – Kegaduhan akibat isu sebanyak 5.000 senjata masuk ke Indonesia belum selesai juga, walau Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto telah memberikan keterangan media dan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo bereaksi balik, Minggu (24) kemarin.
Hari ini, Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, ikut unjuk suara. Menurut Fadli, Panglima TNI, , harus mengklarifikasi pernyataannya soal pembelian senjata oleh suatu institusi, yang disebutnya menggunakan nama Presiden Joko Widodo itu.
“Jumlah 5.000 itu angka yang signifikan. Kalau panglima TNI berbicara seperti itu harus ada data pendukung yang kuat, bukan hanya sekadar bicara,” kata Fadli, di Gedung Nusantara III, Jakarta, Senin (25/9), seperti dikutip Antaranews.com.
Menurut politisi Partai Gerindra itu, klarifikasi itu harus dilakukan oleh institusi yang disebutkan panglima TNI.
“Jangan sampai ada spekulasi macam-macam dan jangan sampai muncul dugaan ada pihak yang mempersenjatai diri,” kata Fadli.
Sesuai Aturan
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin menilai pembelian 500 senjata oleh Badan Intelijen Negara (BIN) itu sudah sesuai aturan dan sah karena menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Itu sah menurut APBN sehingga sudah clear dan tidak perlu dipolemikkan,” kata Hasanuddin, di Gedung Nusantara II, Jakarta, Senin (25/9), seperti dikutip Antaranews.com.
Sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), wewenang DPR dalam pembahasan anggaran sebuah institusi hanya sampai satuan dua. BIN termasuk satuan tiga, dalam anggaran hanya dicantumkan perlengkapan saja.
“Pejabat negara harus paham terkait aturan, prosedur, dan etika. Prosedurnya kalau ada informasi seperti itu didiskusikan dengan instansi terkait. Namun kalau sulit maka bisa lapor ke Menkopolhukam,” katanya.
Menurut Hasanuddin, melempar informasi yang dianggap sangat sensitif kepada masyarakat bukan langkah tepat, sehingga harus dihindari agar kondisi tidak menjadi riuh.
Jumlah 5.000 pucuk senjata itu setara dengan kekuatan lima batalyon tempur.
“Kalau ada masalah diselesaikan saja secara internal dan kalau perlu dibawa ke rapat terbatas di kabinet,” kata Hasanuddin.
Latar Belakang
Sebelumnya, dalam rekaman yang beredar di masyarakat, Jenderal Gatot Nurmantyo menyebut ada institusi tertentu yang akan mendatangkan 5.000 senjata secara ilegal dengan mencatut nama Presiden Jokowi. Gatot mengatakan itu dalam acara tertutup silaturahmi TNI dengan purnawirawan di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Jumat (22/9).
Acara tersebut turut dihadiri Menko Polhukam Wiranto, mantan Wakil Presiden Republik Indonesia Jenderal (Purn) Try Sutrisno, Laksamana TNI (Purn) Widodo AS, dan mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus, Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto yang juga Ketua Umum Partai Gerindra.
Menko Polhukam Wiranto memberikan keterangan pers tentang pernyataan Gatot itu, Minggu (24/9), dan mengatakan ada komunikasi yang belum tuntas antara TNI, Badan Intelijen Negara, dan Kepolisian Indonesia.
Wiranto menyatakan sudah mengkonfirmasi Panglima TNI, Kepala Kepolisian Indonesia, dan Kepala BIN soal isu itu. Yang benar, menurut Wiranto, adalah pengadaan 500 pucuk senjata laras pendek buatan PT Pindad oleh BIN untuk keperluan pendidikan intelijen. Senjata yang dipesan bukan standar militer.
Menanggapi Wiranto, Gatot menegaskan tidak pernah merilis soal itu secara resmi.
“Saya tidak pernah “press release”. Saya hanya menyampaikan kepada purnawirawan, namun berita itu keluar. Saya tidak akan menanggapi terkait itu,” kata Gatot, usai menutup Kejurnas Karate Piala Panglima TNI, di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Minggu malam (24/9).
Namun Gatot mengakui rekaman soal itu di dunia maya memang pernyataannya.
“Seribu persen itu benar kata-kata saya. Tapi saya tidak pernah press release, sehingga saya tidak perlu menanggapi hal itu. Itu benar omongan saya, 1.000 persen, tapi tentang kebenaran isi konten rekaman itu saya tak mau berkomentar,” kata Gatot. [DAS]