Presiden Jokowi dan Ilustrasi: Presiden Duterte berkunjung ke pasar Tanah Abang

Koran Sulindo – Amnesty International menyatakan sebanyak 55 warga negara Indonesia maupun asing tewas ditembak polisi tanpa proses peradilan sejak Januari hingga Agustus tahun ini. Namun Amnesty tidak memberikan data perbandingan selama 2016. Sementara dari riset di pemberitaan media  massa Indonesia, hanya 5 orang bandar narkoba yang tewas selama waktu yang sama.

“Sebagian besar dari 55 pembunuhan tersebut, sembilan di antaranya melibatkan pengedar narkoba asing,” kata peneliti diAI Indonesia, Bramantya Basuki, seperti dikutip Thestar.com.my.

“Tidak masalah dari mana asal pengedar, mereka adalah manusia yang hak hidupnya harus dilindungi dalam segala situasi. Indonesia harus memikirkan skenario di mana orang Indonesia yang dicurigai menjadi pengedar narkoba di luar negeri akan diperlakukan dengan cara yang sama, “kata Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid.

Jumlah ini memang masih jauh dari tingkat pembunuhan pengedar narkoba di Filipina di bawah Rodrigo Duterte di Filipina. Sebanyak 8 ribu pengedar narkoba ditembak dalam dalam 11 bulan terakhir, sebanyak 2.500 orang diantaranya meninggal dalam tembak-menembak selama penggerebekan.

Pada 21 Juli 2017 lalu, Presiden Joko Widodo menginstruksikan aparat hukum menembak di tempat para bandar narkoba yang beroperasi di Indonesia.

“Sudah saya katakan, sudahlah tegasin saja. Terutama pengedar-pengedar narkoba asing yang masuk dan sedikit melawan. Sudah, langsung ditembak saja. Jangan diberi ampun,” kata Presiden Jokowi, di Mukernas PPP di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara.

Sejak pidato Jokowi itu, sebanyak 8 bandar narkoba menemui ajal di peluru polisi.

Jokowi mengakui, saat ini Polri di bawah kepemimpinan Jenderal Tito Karnavian dan Badan Narkotika Nasional (BNN) di bawah kepemimpinan Budi Waseso tegas dalam menindak bandar narkoba.

Sebelumnya, Jokowi dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian beberapa kali mengatakan ingin meniru cara Duterte melawan Narkoba.

Tiga orang asing dan satu orang Indonesia ditembak mati oleh penyelidik anti-narkoba pada bulan Juli saja. Dalam penangkapan obat bius terbesar di negara ini, di mana polisi menyita satu ton metamfetamin kristal, polisi menembak mati seorang pria Taiwan dalam sebuah serangan di Anyer, Banten, pada 13 Juli. Polisi mengklaim Lin Ming Hui melawan saat mau ditangkap.

Polisi juga menembak seorang pria China, yang diidentifikasi hanya sebagai LX, di Kalideres, Jakarta Barat, pada 24 Juli. LX diduga telah menyelundupkan 41,6 kilogram sabu bersama dengan rekannya, LY. Pada 17 Juli, polisi menembak mati JY, seorang warga Indonesia, di Seasons City Apartments, Jakarta Barat, yang diduga memiliki 6,5 kg meth crystal.

Tim gabungan dari BNN, Kepolisian Nasional dan Badan Bea dan Cukai menyita 284,3 kg meth crystal di Pluit, Jakarta Utara, dan menembak mati seorang pria Taiwan, yang diidentifikasi hanya sebagai KKH, karena dia diduga berusaha menyerang petugas polisi.

“Presiden Presiden jelas, bahwa kita harus bertindak tegas terhadap penyelundup narkoba asing, yang bertujuan untuk menghancurkan negara,” Kata Kepala BNN Budi Waseso. Buwas meyakinkan penyidik bertindak secara bertanggung jawab dan mematuhi prosedur dalam penembakan tersebut.

BNN baru saja membeli senjata bertenaga tinggi, diimpor dari Jerman, Rusia, Amerika Serikat dan Republik Ceko, yang dapat menembus dinding hanya dengan satu tembakan.

Kepala Humas Mabes Polri Rikwanto mengatakan pembunuhan terhadap 55 tersangka pengedar narkoba telah dilakukan sesuai dengan prosedur operasi standar (SOP). [DAS]