Koran Sulindo – Rapat Kerja Nasional II Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan pada 20 dan 21 Mei 2017 lalu di Bali berlangsung tertutup bagi wartawan. Menurut Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, rakernas yang diadakan di Hotel Inna Bali Beach, Sanur, itu membahas penentuan bakal calon gubernur untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018. “Untuk pilkada, semuanya dibahas detail. Sekali lagi, mohon maaf, ya, itu hanya untuk konsumsi internal, termasuk untuk Jateng, Jabar, dan Jatim, juga Bali. Kami perkuatkan di sini, termasuk untuk Jateng dan Bali,” tutur Hasto, 21 Mei 2017 lalu, seusai rakernas tersebut.
Bukan hanya itu. Rakernas tersebut juga, menurut Hasto lagi, merupakan bagian dari konsolidasi dan evaluasi program-program PDI Perjuangan ke depan.
Yang tak kalah pentingnya, rakernas itu pun menegaskan komitmen PDI Perjuangan kepada bangsa dan negara, termasuk dukungan kepada pemerintahan di bawah kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla. “Kami tekankan untuk berkomitmen bahwa PDI Perjuangan sebagai Partai Rumah Kebangsaan Indonesia yang betul-betul punya komitmen menjaga Pancasila, konstitusi kita, NKRI, dan bhinneka. Seluruh komitmen itu dijabarkan di dalam seluruh keputusan partai dan tertuang dalam rakernas tadi. Kami juga punya komitmen yang kuat untuk mendukung Bapak Jokowi-JK,” ungkap Hasto.
Terkait Pilkada 2018, redaksi Koran Suluh Indonesia memperoleh informasi, jajaran pengurus Dewan Pimpinan Cabang dan Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan Kalimantan Timur dalam rakernas tersebut secara aklamasi mengusulkan calon tunggal untuk pemilihan gubernur di provinsi itu. Mereka mengusulkan Izederik Emir Moeis untuk dijadikan calon Gubernur Kalimantan Timur.
Emir Moeis membenarkan soal usulan tersebut. “Baru diusulkan. Masih harus melewati pemikiran yang matang dan pertimbangan partai,” kata Pendiri dan Pemimpin Umum Koran Suluh Indonesia itu.
Emir Moeis adalah anak pertama dari Inche Abdoel Moeis, Gubernur Pertama Provinsi Kalimantan Timur, yang kala itu bernama Swatantra Tingkat I Kalimantan Timur. Emir sendiri adalah kader senior di PDI Perjuangan. Ia mulai aktif di partai banteng bermoncong putih itu sejak tahun 1998.Sebelumnya, di masa mudanya, sekitar tahun 1970, ia sempat menjadi anggota muda Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai staf khusus di dewan pimpinan pusat, saat sang ayah menjadi Ketua DPP PNI periode terakhir, sebelum fusi menjadi Partai Demokrasi Indonesia.
Pada pertengahan Mei 2017 lalu, Emir diberi tugas oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menjadi Eksekutif Perencanaan Kebijakan PDI Perjuangan. Posisinya tersebut masuk dalam Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan, meski tidak masuk dalam struktur kepengurusan. Tugas utamanya antara lain menjalin hubungan internasional serta penggalangan negara-negara The New Emerging Forces (Nefos) sebagaimana digagas dan dijalankan Presiden Soekarno dulu—gagasan terakhir Presiden Soekarno yang tak sempat terwujud walau gedungnya sempat selesai dan kemudian dijadikan gedung MPR/DPR/DPD sekarang, karena beliau keburu dijatuhkan oleh kaum imperialis.
Emir Moeis sebelumnya juga pernah diberi amanat untuk menjadi Ketua DPP Bidang Ekonomi dan Keuangan PDI Perjuangan selama dua periode kepengurusan. Lewat partai itu pula, master teknik industri dan lingkungan hidup lulusan Intistut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, dan terakhir lulus dari Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat, ini pernah menjadi anggota DPR selama tiga periode. Di DPR, Emir pernah menjadi Ketua Komisi IX DPR RI dan Ketua Panitia Anggaran DPR RI (yang sekarang namanya menjadi Badan Anggaran).
Sebelum aktif berpolitik di PDI Perjuangan, Emir Moeis adalah seorang akademisi yang mendedikasikan dirinya sebagai tenaga pengajar di Fakultas Teknik Universitas Indonesia selama 29 tahun. Gelar insinyur Emir sendiri diperoleh dari Intistut Teknologi Bandung. Berikut petikan wawancara dengan Emir Moeis terkait usulan pencalonan dirinya sebagai Gubernur Kalimantan Timur pada Pilkada 2018.
Kalau dicalonkan nanti, apa visi dan misi yang akan ditawarkan kepada masyarakat Kalimantan Timur?
Kan pencalonan itu baru usulan. Jadi, saya belum punya misi dan visi.
Namun, kalau melihat situasi dan kondisi sekarang ini, apa yang harus dilakukan untuk memajukan Kalimantan Timur?
Kita tahu, selama 30 tahun, Kalimantan Timur merupakan provinsi terkaya di Indonesia. Kontribusinya untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terbesar, dengan mengandalkan sumber daya alam, SDA, terutama dari pertambangan minyak, gas, dan batubara dan kehutanan. Namun, sekarang, masa itu telah berlalu. Bahkan, di beberapa daerah, APBD-nya sudah defisit. Jadi, menurut saya, sudah waktunya masyarakat Kalimantan Timur berupaya mengolah dan mengelola alamnya, bukan dengan mengeruk isi SDA-nya, melainkan dengan mengolah alamnya dan memberi nilai tambah dari hasil alam yang ada.
(Memang, sejak puluhan tahun lampau, Provinsi Kalimantan Timur mengandalkan pembangunan daerahnya pada SDA. Pada rentang waktu tahun 1970 sampai 1990, misalnya, provinsi ini menggantungkan pembangunannya dari sektor kehutanan. Pertumbuhan ekonominya relatif tinggi, 7,42% per tahun.
Ketika sektor kehutanan tak lagi bisa diandalkan, tulang punggung pembangunan Kalimantan Timur pada priode 1990 sampai 2000 adalah sektor pertambangan, minyak dan gas (migas), serta industri pengilangan minyak bumi dan gas alam cair. Pertumbuhan ekonominya turun, meski masih terbilang tingg, rata-rata 5,71% per tahun.
Setelah itu, memasuki tahun 2000, penyangga utama pembangunan Kalimantan Timur adalah sektor tambang non-migas, yakni batubara. Namun, belum lagi dua dekade, sektor pertambangan batubara tak lagi dapat diandalkan. Sampai akhir tahun 2015 lalu, misalnya, pertumbuhan ekonomi provinsi tersebut mengalami kontraksi yang cukup dalam, yakni sampai minus 0,85%, lebih rendah dari tahun tahun 2014, yang mencapai 2,02%.
Tahun 2016 kembali terjadi kontraksi, sehingga pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur kembali defisit, -0,30%. Untuk tahun 2017 ini, menurut perwakilan Bank Indonesia di provinsi tersebut, diprediksi pertumbuhan ekonominya masih negatif, meski angkanya tidak sebesar tahun sebelumnya.)
Bagaimana gambaran konkretnya pemberian nilai tambah dari hasil alam yang ada itu?
Misalnya di bidang perkebunan. Alhamdulillah, sekarang banyak perkebunan kelapa sawit. Tapi, itu harus dilakukan diversifikasi jenis tanaman, jangan monokultur, karena pertanian dan perkebunan kan rentan krisis. Selain diversifikasi, selanjutnya perlu juga dilakukan industrialisasi yang bisa membuat nilai tambah. Misalnya, kan masih banyak tambang batubara yang tidak lagi mendatangkan keuntungan secara ekonomis. Nah, di situ bisa didirikan pembangkit listrik di mulut tambang. Dengan begitu tentunya harga listriknya menjadi lebih murah karena tempatnya menjadi satu dengan sumber energinya. Energi yang dihasilkan pembangkit itu juga bisa dijual secara murah, yang tentunya akan menarik bagi industri untuk berlokasi di Kalimantan Timur.
Industri apa?
Yang paling jelas dan paling dekat di mata, ya, industri turunan, industri derivatif, dari minyak sawit, yakni olefin dan sebagainya, yang harganya bisa jauh berlipat ganda dari harga CPO [crude palm oil] yang selama ini kita jual.
Secara bertahap, dengan semakin terampilnya tenaga kerja di bidang industri, semakin siapnya sosial-budaya masyarakat menerima industri, tentunya itu akan semakin kondusif bagi dunia industri untuk berinvestasi dibidang lain di Kalimantan Timur. Dengan begitu, Kalimantan Timur di masa depan menjadi salah satu kota industri di Indonesia. [PUR]