Ilustrasi

Koran Sulindo – Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati terbesar di dunia, namun belum memiliki basis data keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Hal tersebut membuat Indonesia rentan mengalami pencurian sumber daya hayati.

“Penyusunan basis data sangat diperlukan dan menjadi langkah awal dalam upaya penyelamatan kekayaan hayati di Indonesia,” kata pakar sistematika tumbuhan Fakultas Biologi UGM, Abdul Razaq Chasani, dalam Pelatihan Bioinformatika, di UGM Yogyakarta, Senin (22/5), seperti dikutip situs ugm.ac.id.

Penyusunan itu perlu melibatkan berbagai pihak, mulai dari masyarakat, peneliti, dan berbagai pihak-pihak terkait.

“Basis data ini dapat digunakan untuk memonitor dinamika keanekaragaman hayati, apakah menurun atau melimpah. Dengan begitu, kebijakan analisis dan pengembangan mengacu pada data ini,” katanya.

Pelatihan Bioinformatika ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan bioinformatika dalam mendukung penelitian-penelitian keanekaragaman hayati Indonesia. Selain itu juga diharapkan dapat terbentuk jejaring kerja sama untuk berbagai program dalam mengungkap dan melindungi keanekaragaman hayati Indonesia.

Sementara itu Dekan Fakultas Biologi UGM, Budi Setiadi Daryono, mengatakan Indonesia membutuhkan basis data biodiversitas dari level genomik hingga ekosistem.

“Sebenarnya data keanekaragaman hayati Indonesia sudah ada, tetapi belum terintegrasi dan hanya untuk pemanfaatan dalam waktu pendek,” katanya.

Data keanekaragaman hayati Indonesia itu juga masih tersebar, belum terpadu menjadi basis data nasional. Karena itu penyusunan basis data yang  terintegrasi, bersifat real time berbasis website, dan dapat diakses oleh para peneliti bernilai sangat penting.

“Pengembangan basis data keanekaragaman hayati nasional ini perlu dilakukan untuk melindungi biodiversitas Indonesia,” kata Budi. [DAS]