Koran Sulindo – Pangsa ekspor Tekstil dan Produksi Tekstil (TPT) Indonesia di dunia yang terus menurun. Dari 2,13 persen di tahun 2001 menjadi 1,56 persen di tahun 2015. Dibandingkan Vietnam dan Bangladesh yang menguasai 3,62 persen dan 4,05 persen, pangsa pasar TPT di dunia Indonesia masih kalah.
Namun hal ini tak berlaku dengan Sritex. Ketika industri tekstil sedang lesu, justru target penjualan tahun 2017 ini naik tujuh hingga delapan persen baik untuk pasar dalam negeri dan ekspor.
Hal ini dikatakan Vice President PT Sritex Solo, Iwan Kurniawan Lukminto, di sela-sela membuka pameran seni rupa Representasi oleh 27 perupa di Pendhapa Art Space, Yogya, Sabtu (6/5) malam.
“Saat ini kami melayani ekspor ke lebih dari 100 negara, dan terbanyak dari Eropa, termasuk melayani pembuatan pakaian untuk militer,” ucapnya.
Iwan menegaskan, industri tekstil di Indonesia tak perlu takut, karena pangsa di dalam negeri sendiri sangat besar dengan 250 juta penduduk. Selain itu industri tekstil sangat terkait dengan emosi seseorang. Misalnya saat akan lebaran, maka ada keinginan untuk memakai pakaian baru. Dengan begitu otomatis permintaan pakaian juga neningkat tajam.
“Jadi sebenarnya untuk memenuhi pasar dalam negeri sendiri cukup besar selai ekspor,” tutur Iwan.
Hanya saja yang disayangkan, menurut Iwan, di dalam negeri juga harus bersaing dengan produk import pakaian dari China dan India yang harganya juga lebih murah. Harga bisa murah ini, kata Iwan, karena kualitasnya rendah di samping ada yang masuk secara illegal tidak membayar pajak.
Oleh karena itu untuk mendongkrak pasar didalam negeri, tutur Iwan, pemerintah harus membuat aturan yang ketat tentang impor pakaian dari luar negeri dan sanksi yang tegas kepada importir.
“Saya bersyukur dalam era pemerintahan Jokowi-JK telah memblokir dan menyita pakaian impor dari China yang jelas-jelas illegal,” ungkapnya. [YUK]