Ilustrasi

Koran Sulindo – Penyelenggara pemilihan umum (pemilu) di DKI Jakarta, khususnya Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tidak melaksanakan tugas dengan baik.

Wakil Kepala Badan Hukum dan Advokasi Pusat PDI Perjuangan Diarson Lubis mengungkapkan, hingga H-2 pemungutan suara putaran II Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta, masih banyak pemilih yang telah terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT), namun belum mendapatkan formulir C-6 (undangan memilih).

“Sampai dengan hari ini (H-2), PPS dan KPPS masih banyak yang belum membagikan undangan memilih (formulir C-6) kepada pemilih yang namanya tercantum dalam DPT, terutama di basis pemilih pasangan calon nomor urut 2, Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot),” ujar Diarson Lubis di Jakarta, Senin (17/4).

Ditegaskan, terkait pelanggaran itu, membuktikan penyelelenggra Pilgub DKI Jakarta, khususnya PPS dan KPPS, tidak melaksanakan kewajiban dengan baik.

“Karenanya, kami mendesak KPU DKI Jakarta dan Bawaslu DKI Jakarta untuk mengambil tindakan tegas agar seluruh calon pemilih di DKI Jakarta yang namanya tercantum dalam DPT harus menerima formulir C-6 paling lambat pada Selasa, 18 April 2017 atau H-1 pemungutan suara,” ujarnya.

Ia melanjutkan, pelanggaran yang dilakukan oleh penyelengara pemilu itu sangat merugikan pasangan Ahok-Djarot. Seharusnya undangan memilih itu sudah diberikan paling lambat H-3 atau Minggu (16/4) agar warga memiliki waktu untuk melakukan koreksi.

Terlebih, sebelum pelaksanaan putaran kedua Pilgub DKI Jakarta, masih banyak pelanggaran dan kecurangan yang terjadi, baik yang dilakukan oleh penyelenggara maupun oleh pasangan calon/tim pemenangan pasangan calon nomor urut 3, Anies Baswedan-Sandiga Uno serta kelompok masyarakat tertentu. Pelanggaran itu, katanya, terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif, yang sangat merugikan pasangan Ahok-Djarot.

Adapun catatan Badan Hukum dan Advokasi Pusat PDI Perjuangan, pelanggaran kampanye seperti di rumah ibadah (masjid) dengan cara mendiskreditkan pasangan Ahok-Djarot. Lalu, ada pula pemasangan spanduk-spanduk provokatif yang merugikan Ahok-Djarot, di mana ditemukan lebih dari 1.200 spanduk provokatif di seluruh wilayah DKI Jakarta.

“Pelanggaran lain adalah melakukan kampanye hitam dan fitnah terhadap pasangan calon nomor urut 2. Juga terjadi pengusiran terhadap Djarot di masjid seusai melaksanakan shalat Jumat,” terangnya.

Diarson juga mencatat terjadi intimidasi dan pemukulan terhadap tim pemenangan dan para pemilih di basis pasangan Ahok-Djarot. Lalu, tim pemenangan pasangan Anis-Sandi melakukan kampanye di masa tenang dengan memfitnah pasangan Ahok-Djarot.

“Tim pemenangan Anis-Sandi juga melakukan praktik politik uang di seluruh wilayah DKI Jakarta secara masif, baik berupa uang maupun barang sembako. Bahkan, calon gubernur nomor urut 3, Anis Baswedan ikut langsung membagi-bagikan sembako kepada masyarakat dan ada bukti berupa rekaman video dan foto-foto,” tuturnya.

Karenanya, PDI Perjuangan meminta kepada Bawaslu DKI Jakarta dan aparat penegak hukum untuk menindak tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Tim Sukses Anies-Sandi serta kelompok masyarakat tertentu. “Ini sangat merugikan pasangan Ahok-Djarot,” kata Diarson. [CHA]