Koran Sulindo – Tingginya harga tanah di Yogyakarta membuat pengembang sulit mendapatkan lahan. Real Estate Indonesia (REI) Yogyakarta pesimistis bisa memenuhi target penyediaan rumah bersubsidi sebanyak 10.000 unit tanpa campur tangan pemerintah.
“Kalau pemerintah turut membantu, terutama ketersediaan lahan, kami optimis bisa memenuhi target tersebut,” kata Ketua DPD REI DIY, Nur Andi Wijayanto, di Yogya, Kamis (13/4).
Tingginya harga tanah di Kota Yogya dan Sleman, pengembang di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kini melirik ke wilayah Gunung Kidul, Kulon Progo sisi utara, serta Bantul sisi timur dan barat.
“Untuk bisa mendapatkan harga tanah dengan kisaran harga Rp 200.000 per meter, rekan-rekan banyak yang melakukan pengembangan perumahan ke sisi timur dan barat Yogya yang harganya masih terjangkau,” kata Nur.
Melihat kondisi ini, REI Yogyakarta menargetkan penjualan pada 2017 ini hanya sekitar 1.500 unit saja. Artinya turun sekitar 500 unit dari tahun 2016.
“Penjualan di akhir tahun 2016 tak mampu menembus 1.500 unit dari target sekitar 1.750 sampai 2.000 unit. Sehingga tahun ini kami patok 1.500 unit,” tuturnya.
Tak hanya target saja yang turun, REI juga mengubah segmen pasar. Jika selama ini 65 persen untuk harga rumah di kisaran Rp 1 miliar ke atas, 20 persen untuk harga rumah sekitar Rp 500 juta – Rp 1 miliar, 15 persen untuk harga di bawah Rp 500 juta, maka pada 2017 pembagiannya dibalik. Artinya 65 persen untuk rumah di bawah Rp 500 juta, dan 15 persen untuk yang di atas Rp 1 miliar.
“Kami berharap rekan-rekan pengusaha properti tahun ini lebih memperbanyak unit-unit rumah yang harganya di bawah Rp 500 juta. Karena segmen inilah yang masih potensial untuk digarap,” kata Nur.
Ketika disinggung soal rumah untuk kalangan kelas bawah, memang masih bisa didapatkan. Hanya saja lokasi perumahan berada di kawasan pinggiran, misal di Kulon Progo utara dan Gunung Kidul. [YUK]