Ilustrasi/hartziv.org

Koran Sulindo – Hukum di Indonesia saat ini tidak bergerak kepada masyarakat, melainkan kepada kekuatan modal yang akhirnya menguasai hampir semua lini kehidupan masyarakat. Sistem demokrasi elektoral telah menciptakan relasi dalam kehidupan politik, layaknya pasar bebas dalam kehidupan ekonomi.

Pendapat ini dilontarkan Ketua Komisi Yudisial RI periode 2015-2020, Prof. Aidul Fitriciada Azhari, saat berbicara pada seminar sehari yang bertajuk “Tantangan Penegakan Hukum Menuju Indonesia Berkemajuan,” di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Sabtu (8/4).

Untuk mencapai Indonesia berkemajuan, menurut Aidul, pendekatan hukum menjadi elemen penting untuk mencapai Indonesia berkemajuan. “Namun pencapaian tersebut sulit dicapai jika hukum di Indonesia dikuasai oleh kekuatan modal,” tegasnya.

Karena itu, lanjut Aidul, agar  Indonesia berkemajuan dapat terwujud, maka negara harus punya peran untuk mengendalikan kekuatan pemodal dan meredistribusikan kekayaan, sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Jika negara tidak mampu, maka penegakan hukum dan demokrasi tidak akan berjalan dengan baik,” ujarnya lagi.

Dalam kuliahnya Aidul menyinggung para politisi. Dikatakan, para politisi yang berkuasa di badan eksekutif dan legislatif saat ini tidak lagi berasal dari kalangan militer seperti masa Orde Baru, dan juga tidak berasal dari kalangan politisi karir yang memiliki komitmen ideologi yang kuat seperti pada masa Orde Lama. Mereka (para politisi) sekarang ini  berasal dari pengusaha maupun figur yang memiliki akses kepada pemilik modal. Maka, lanjut Aidul, tidak heran bila banyak kebijakan negara dan pemerintahan yang hanya menguntungkan segelintir elit dan pemilik modal.

“Kondisi ini menyebabkan hukum hanya diperalat sebagai instrumen bagi pemburu rente untuk memperkaya dirinya sendiri. Situasi saat ini tidak lebih baik dibandingkan era Orde Baru yang masih menyisakan kekuatan negara untuk menandingi penguasa modal,” kata Aidul.

Aidul menekankan untuk mewujudkan demokrasi yang tidak tunduk pada kekuatan modal, dibutuhkan eksekutif yang kuat dan efektif, legislatif yang berwatak deliberatif yang kebijakannya sesuai dengan harapan rakyat, serta peradilan yang independen.

“Implikasi dari pemerintahan yang kuat dan efektif itu akan menopang penegakan negara hukum dan demokrasi,”kata Aidul.

Jika pemerintah menerapkan tiga pilar perwujudan demokrasi, menurut Aidul, maka harapan cita-cita negara Indonesia yang berkemajuan sebagaimana yang diamanahkan oleh UUD 45 dapat terwujud. Pun juga fungsi negara juga harus diperkuat, agar dapat mengontrol elit dan memperkuat redistribusi kekayaan.  [YUK]