Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta pada pembukaan Pekan Olahraga Nasional di Solo, 9 September 1948, di Stadion Sriwedari, Solo. [Tropenmuseum]

Suluh Indonesia – Dalam sebuah kongres di Solo pada 1946, telah dibentuk Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI). Dengan ketua Widodo Sastrodiningrat, persatuan ini membawahi beberapa cabang olahraga. Selain PORI, di Indonesia juga sudah ada Komite Olimpiade Republik Indonesia (KORI), dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai ketua. Kelak, dua badan ini bergabung menjadi Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), yang sejak 2007 berubah menjadi Komite Olimpiade Indonesia

Melalui KORI, PORI mengajukan permintaan agar Indonesia dapat mengikuti Olimpiade Musim Panas XIV 1948 di London. Namun, permintaan tersebut ditolak. Karena, PORI belum menjadi anggota dari- dan belum diakui oleh International Olympic Committee (IOC). Dan, organisasi-organisasi induk olahraga Indonesia belum ada yang bergabung ke dalam federasi-federasi olahraga internasional.

Selain mengirimkan atlet, PORI semula bermaksud mengirimkan beberapa orang pengurusnya ke olimpiade musim panas yang sama untuk memantau. Tetapi, karena Inggris belum mengakui kemerdekaan Republik Indonesia, kehadiran PORI di Inggris hanya boleh bila bergabung dengan kontingen Belanda, dan memakai paspor negara bekas penjajah kita tersebut.

Sebagai tanggapan atas penolakan tersebut, PORI mengadakan Konferensi Darurat di Solo pada 1 Mei 1948. Di konferensi tersebut, diputuskan untuk mengadakan pekan olahraga seperti yang pernah diadakan oleh Ikatan Sport Indonesia (ISI) pada 1938 dan 1942 lalu. Pekan olahraga ini disepakati bernama Pekan Olahraga Nasional atau PON, dan diputuskan untuk diadakan setiap dua tahun sekali. Dalam perkembangannya, sekarang PON dilangsungkan sekali dalam waktu empat tahun.

PON I diadakan pada 8-12 September, yang hanya berjarak tiga bulan dari saat dibuatnya keputusan. Kesegeraan ini perlu dilakukan untuk menjaga semangat para atlet yang gagal berangkat ke olimpiade agar tetap tinggi.

Diputuskan juga bahwa PON I dilaksanakan di Solo. Mempertimbangkan bahwa Solo sudah siap untuk menjadi kota penyelenggara karena memiliki fasilitas olahraga terbaik di Indonesia. Stadion Sriwedari di situ telah dilengkapi dengan kolam renang. Ditambah, bahwa PORI dan para pengurusnya berkedudukan di kota itu juga.

Pada masa itu, ibukota negara Republik Indonesia sementara sedang berada di Yogyakarta. Pada 8 September 1948, di Gedung Agung Yogyakarta, Presiden Sukarno menyerahkan bendera Merah Putih dan PON I kepada rombongan yang akan membawanya ke Solo. Bendera-bendera tersebut dibawa dengan berjalan kaki sejauh 64 kilometer. Mereka tiba keesokan harinya di Stadion Sriwedari, di mana pada pukul 9 pagi pembukaan dilakukan oleh Presiden Sukarno.

Pekan Olahraga Nasional I tersebut diadakan pada masa represi Belanda yang ingin mengambil alih Indonesia kembali. Belum merupakan acara olahraga besar seperti sekarang dengan peserta per provinsi. Saat itu, 13 partisipan yang mengikutinya adalah dalam tingkat kota dan keresidenan. Dari catatan Wikipedia, PON I ini diikuti oleh sekitar 600 atlet yang bertanding pada 9 cabang olahraga, dengan memperebutkan 108 medali.

Juara pertama adalah Karesidenan Surakarta dengan perolehan total 36 medali. Disusul oleh Karesidenan Yogyakarta 23 medali. Ketiga, Karesidenan Kediri dengan 12 medali. Acara penutupan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX selaku Ketua Komite Olimpiade Republik Indonesia (KORI).

Pada 9 September 1983, Presiden Suharto mencanangkan tanggal pembukaan PON I, 9 September, sebagai Hari Olahraga Nasional (Haornas). Penetapannya dilakukan pada 7 September 1985, dengan Keppres 67/1985.

Semangat penetapan Haornas ini menurut Kompaspedia antara lain adalah, karena PON I merupakan kekuatan perjuangan menegakkan kemerdekaan di gelanggang internasional. [NiM]

Baca juga: