Koran Sulindo – Diplomasi twitter ala Donald Trump yang menebar ancaman di Timur Tengah berpotensi memicu adu senjata antara AS dan Rusia.
Situasi panas di Suriah itu dipastikan bakal menyeret semua sekutu-sekutu mereka dan meledak menjadi perang besar baru.
Perang kata-kata sengit dan saling ancam itu bermula pada tanggal 7 April, ketika diduga terjadi serangan kimia di Douma.
Segera setelah insiden itu, AS dan sekutunya menuduh pemerintah Assad bertanggung jawab atas serangan dan mulai merancang ‘hukuman’ berupa tindakan militer berupa serangan rudal.
Ancaman itu dibalas Duta Besar Rusia di Lebanon Alexander Zasypkin yang meyakinkan bahwa Kremlin bakal menembak jatuh semua rudal yang menargetkan fasilitas militer Suriah.
Ia juga mengancam ‘pencegahan’ itu bakal mencakup fasilitas peluncurnya yakni kapal-kapal perang AS.
Menimbang kondisi terakhir di Suriah, sangat mungkin Washington akan tetap menerapkan opsi militer, tanpa perlu berbasa-basi menunggu hasil penyelidikan internasional.
Baca juga; Naik Tensi, Rusia dan AS Siap Perang di Suriah
Dalam hal ini setidaknya ada empat kemungkinan peningkatan ketegangan;
Pertama, AS akan melakukan serangan rudal seperti yang pernah dilakukan pada Pangkalan Udara Shayrat di Suriah Tengah. Wilayah ini praktis merupakan daerah kosong tak bertuan dan terletak di tengah padang pasir. Jika ini yang dilakukan, Trump hanya akan ‘membakar’ jutaan dolar untuk pekerjaan-pekerjaan public relation.
Tindakan merupakan opsi paling aman dan dipastikan tak bakalan memicu tanggapan langsung militer Rusia. Konflik di Suriah akan terus berlanjut seperti skenario sekarang denganr rezim Bashar al-Assad membersihkan kantong-kantong yang tersisa.
Kontribusi Iran dan Rusia akan terus memberikan berkontribusi pada langkah militer dan diplomatik memulihkan integritas wilayah Suriah.
Kedua, jika AS memperluas skala serangannya dengan meningkatkan serangan dan target-target penting di Suriah. Serangan ini jelas bakal memicu korban dan kerusakan infrastruktur militer dan sipil.
Seandainya Rusia tak menanggapi serangan ini secara militer, AS kemungkinan bakal memperluas momentum serangan dengan memaksa proksi-proksinya untuk menggelar serangan pada tentara pemerintah di Lembah Efrat serta di Suriah timur dan selatan.
Serangan itu bakal merangsang Hayat Tahrir al-Sham alias Jabhat al-Nusra dan ISIS akan mengaktifkan kembali sel-sel mereka di seluruh negeri. Moskow akan bereaksi atas serangan ini ini dengan rudal presisi untuk menghindari konfrontasi militer dengan blok sekutu. Ini bakal menunda berakhirnya perang di Suriah hingga 5 tahun lagi.
Ketiga, jika AS melakukan serangan meluas Rusia jelas akan merespon rudal cerdas Trump sekaligus peluncurnya termasuk beberapa instalasi militer AS di utara dan timur Suriah.
Washington bakal menggelar konfrontasi terbatas untuk meningkatkan tekanan diplomatik dan media pada Rusia. Ini menjadi dalih formal gelombang baru sanksi anti-Rusia.
Keempat, jika AS melakukan serangan dalam skala luas termasuk personel dan peralatan perang Rusia, ini bakal menjadi awal dari perang regional antara blok pimpinan AS, termasuk Inggris dan Prancis, melawan aliansi Suriah-Iran-Rusia yang didukung oleh Hizbullah.
Konflik regional model ini terbukti telah berulang-ulang terjadi di Timur Tengah di abad ke -20. Dalam skenario terburuk, perang regional ini dapat berubah menjadi konflik nuklir.(TGU)
Baca juga: Lagu Lama, Serangan Kimia Jadi Dalih Intervensi di Suriah