Sejumlah elemen masyarakat di Pekanbaru menolak Neno Warisman (foto/www.idnjurnal.com)

Koran Sulindo – Gerakan aksi #2019GantiPresiden yang dokomandoi Neno Warisman kembali menuai penolakan. Kali ini penolakan terjadi di Pekanbaru, Riau.

Seperti yang sudah diperkirakan sebelumnya kedatangan tokoh penggerak deklarasi #2019GantiPresiden Neno Warisman kembali dihadang massa di gerbang Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Riau, Sabtu (25/8).

Direktur Ekskutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan, gerakan #2019GantiPresiden jika dilakukan dengan mobilisasi massa rawan menimbulkan konflik vertikal dan horizontal.

Memobilisasi massa secara besar-besaran mengandung resiko bentrokan antar kelompok masyarakat. Apalagi, narasi #2019GantiPresiden mengandung kontradiksi yaitu ada yang pro dan kontra.

Peneliti senior IPI ini mengungkapkan, #2019GantiPresiden semula hanya menjadi wacana di media sosial dan menjadi bahan diskusi di program talkshow maupun di ruang-ruang diskusi. Tapi kemudian berkembang menjadi aksi turun ke jalan.

Karyono menilai, jika #2019GantiPresiden masih dalam batas wacana diskusi tidak menjadi persoalan serius dan bisa diterima dalam logika demokrasi. Sehingga pada batas ini bolehlah pihak yang menggerakkan dan yang pro hastag 2019 Ganti Presiden berdalih atas nama kebebasan berpendapat.

“Tetapi, jika sudah masuk ke ranah aksi terbuka dengan memobilisasi massa dalam jumlah besar, tentu berpotensi menimbulkan konflik. Apalagi saat ini sudah memasuki tahapan pemilu 2019,” kata Karyono dalam keterangan kepada wartawan, Minggu (26/8/18).

Terkait dengan peristiwa benturan antar kelompok masyarakat yang terjadi beberapa kali sulit dihindari jika para penggagas aksi #2019GantiPresiden melakukan gerakan turun ke jalan. “Sekarang kekhawatiran saya benar-benar terjadi,” kata Karyono.

Karyono menegaskan, dengan kejadian bentrokan yang terjadi di Pekanbaru, Riau dan di sejumlah daerah lainnya, maka Neno Warisman sebagai penggerak aksi #2019#GantiPresiden harus bertanggung jawab atas sejumlah peristiwa yang menimbulkan bentrokan.

“Karena berdasarkan informasi, pihak kepolisian sudah meminta agar aksi tersebut dibatalkan. Tapi Neno tetap nekat.”

Karyono kembali mengungkapkan, gerakan tagar 2019 Ganti Presiden dengan memobilisasi massa tersebut jelas ada maksud kampanye terselubung. Tapi para penggerak aksi Ganti Presiden selalu mencari celah untuk menghindar dari jeratan undang-undang pemilu.

Padahal hakekatnya jelas mengandung pesan kampanye. Sebab diksi yang dibungkus salam hastag 2019 Ganti Presiden mengandung pengertian tentang pemilu. Tahun 2019 itu jelas tahun dilaksanakannya agenda pemilihan presiden karena diksi ‘ganti presiden’ jelas mengandung pengertian jangan pilih Jokowi.

Sejatinya pesan kampanye yang dibungkus dengan #2019 GantiPresiden tersebut sejatinya tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan elektoral.

Hasil survei terbaru LSI Denny JA yang dipublikasikan pekan lalu menunjukkan pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin masih sekitar 52.2 persen. Unggul 22,3 persen dari pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang berada di kisaran 29,5 persen.

Sisanya 18,3 persen belum memutuskan pilihan. Survei LSI Denny JA tersebut mengafirmasi survei Indo Barometer pada bulan Mei 2018 yang menyebutkan jumlah responden yang setuju ganti presiden sekitar 34 persen, sedangkan yang tidak setuju 61 persen. Sisanya tidak tau tidak jawab.

Ada korelasi antara yang setuju dan tidak setuju hashtag Ganti Presiden dengan preferensi pilihan capres. Yang memilih selain Jokowi cenderung setuju dengan gerakan hashtag Ganti Pesiden. Sementara yang memilih Jokowi cenderung tidak setuju dengan gerakan hastag Ganti Presiden. [SAE/TGU]