Hasto Kristiyanto saat menemui wartawan setelah usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. (Foto: Sulindo/Iqyanut Taufik)

‎‎Jakarta – Hasto Kristiyanto yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi suap Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019 – 2024 Dapil I Sumatera Selatan perkara Harun Masiku sudah memperkirakan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dijatuhkan kepadanya.

‎”Apa yang terjadi ini sudah saya perkirakan sejak awal,” kata Hasto saat menemui wartawan setelah selesai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusa, Kamis (03/07/2025).

‎Hasto menganggap kasusnya ini merupakan kriminalisasi oleh kekuasaan dimana dirinya yang menjadi target dan hukum menjadi alatnya.

‎”mereka yang kritis saat itu, memang ada suatu tekanan-tekanan dimana hukum menjadi alat kekuasaan,” Jelas Hasto

‎Hasto menegaskan dirinya sudah memperhitungkan konsekuensi atas tindakannya dalam memilih sikap politik yang menurutnya sebagai jalan memperjuangkan hak demokrasi dan kedaulatan rakyat.

‎”Ketika saya memilih sikap politik untuk memperjuangkan nilai-nilai demokrasi, memperjuangkan kedaulatan rakyat, memperjuangkan pemilu yang jujur dan adil, serta memperjuangkan supremasi hukum agar hukum tidak digunakan sebagai alat kekuasaan, sejak awal saya sudah memperhitungkan,” Tegas Hasto.

‎Hasto diduga melakukan suap PAW anggota DPR RI dapil I Sumatera Selatan periode 2019 – 2024 atas nama Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia dan digantikan Harun Masiku dan perintangan penyidikan.

‎Sekjen PDIP itu dianggap melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP, jungto Pasal 64 Ayat 1 Ke-1 KUHP.

‎Atas perbuatannya Hasto Kristiyanto dituntut pidana penjara selama tujuh tahun dan pidana denda sebesar Rp. 600 juta subsider 6 bulan penjara oleh JPU. [IQT]