Wali Kota Cilegon Tubagus Imam Ariyadi/banten.co

Koran Sulindo – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan modus operandi baru dalam upaya korupsi di pemerintah kota Cilegon. Modus itu menggunakan corporate social responsibility (CSR) perusahaan pada klub sepakbola daerah sebagai penerima yaitu Cilegon United Football Club. Modus ini diindikasikan untuk menyamarkan dana agar tercatat pembukuan CSR atau sponsorship perusahaan. KPK menduga hanya sebagian bantuan yang disalurkan kepada klub sepakbola itu.

Sebelumnya, KPK menemukan modus baru dalam menyuap pejabat Negara dalam kasus tangkap tangkap Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono.  Modus baru itu adalah penyerahan uang dilakukan dalam bentuk kartu ATM.

KPK menetapkan Wali Kota Cilegon Tubagus Imam Ariyadi sebagai tersangka kasus dugaan suap proses perizinan di Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Cilegon pada 2017. Tubagus diduga menerima suap Rp 1,5 miliar untuk memuluskan rekomendasi Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) mall Transmart.

“Ditemukan bukti permulaan yang cukup dan disimpulkan adanya dugaan tindak pidana pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh Wali Kota Cilegon dan pihak lain,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Sabtu (23/9), seperti dikutip Antaranews.com.

Selain Tubagus, tersangka lain adalah Ahmad Dita Prawira (Kepala Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal kota Cilegon) dan Hendry dari swasta.

Sedang yang diduga sebagai pemberi adalah Bayu Dwinanto Utomo, project manager PT BA (Brantas Abipraya);  Tubagus Donny Sugihmukti, Direktur Utama PT KIEC (Krakatau Industrial Estate Cilegon), dan Eka Wandoro, legal manager PT KIEC.

KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jumat (22/9) terhadap 9 orang terkait kasus ini, sementara Tubagus mendatangi kantor KPK pada hari yang sama pada sekitar pukul 23.30 WIB.

Menurut Basaria, dalam OTT tersebut total KPK mengamankan uang tunai senilai Rp1,152 miliar, terdiri atas Rp800 juta yang berasal dari PT Brantas Abipraya dan Rp352 juta yang merupakan sisa uang Rp700 juta yang berasal dari PT Krakatau Industrial Estate Cilegon.

“Rp800 juta dan Rp700 juta merupakan bagian dari komitmen Rp1,5 miliar untuk wali kota Cilegon dari PT KIEC dan PT BA melalui Cilegon United Football Club agar dikeluarkan perizinan untuk pembangunan mall Transmart. Pemberian dilakukan dalam 2 kali transfer,” kata Basaria.

Transfer pertama Pada 19 September 2017 dari PT KIEC kepada rekening Cilegon United Football Club senilai Rp700 juta selanjutnya pada 22 September dari kontraktor PT BA ke rekening Cilegon United Football sebesar Rp800 juta.

Untuk diketahui, PT Brantas Abipraya adalah BUMN selaku pengembang untuk membangun mall Transmart di lahan milik PT Krakatau Industrial Estate Cilegon yang merupakan anak Perusahaan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.

PT Brantas Abipraya pun pernah terjerat oleh KPK yaitu dalam kasus suap kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu. Dalam kasus itu, Direktur Keuangan dan “Human Capital” PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko divonis 3 tahun penjara sedangkan Senior Manager PT Abipraya divonis 2 tahun penjara.

Sebagai penerima Tubagus Imam Ariyadi, Ahmad Dita Prawira, dan Henry selaku perantara disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan pihak pemberi yaitu Bayu Dwinanto Utomo, Tubagus Donny Sugihmukti serta Eka Wandoro disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Kronologi

Pada Jumat 22 September sekitar pukul 15.30 WIB tim KPK mengamankan sejumlah pihak di beberapa lokasi. Berturut-turut diamankan CEO Cilegon United Football Club Yudhi Apriyanto (YA) di kantor Bank BJB cabang Cilegon sesaat setelah penarikan uang Rp800 juta.

Saat itu tim KPK mengamankan YA dan 3 orang staf dan Rp800 juta sesaat setelah melakukan penarikan uang tersebut.

Selanjutnya tim KPK menuju kantor Cilegon United Football Club dan mengamankan uang Rp352 juta. Uang itu diduga sisa dana pemberian pertama yang ditransfer PT KIEC (Krakatau Industrial Estate Cilegon) kepada Cilegon United Football Club sebesar Rp700 juta melalui transfer pada Rabu 19 September 2017. Jadi ada 2 kali transfer yaitu Rp800 juta dan Rp700 juta sesuai kesepakatan awal yaitu sejumlah Rp1,5 miliar untuk pengurusan Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) mall Transmart.

Secara pararel selanjutnya tim bergerak ke jalan tol Cilegon barat dan mengamankan Project Manager PT Brantas Abipraya Bayu Dwinanto Utomo dan 1 orang staf dan 1 orang supir. Ketiganya kemudian dibawa ke gedung KPK.

Tim KPK juga mengamankan Legal Manager PT KIEC Eka Wandara Dahlan di daerah Kebon Dalem Cilegon dan Kepala Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Ahmad Dita Prawira di kantor Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal kota Cilegon.

Sedangkan Wali Kota Cilegon TIA (Tubagus Imam Ariyadi) datang ke KPK sekitar pukul 23.30 WIB dan diamankan tim untuk dilakukan pemeriksaan.

Terakhir pada Sabtu, 23 September 2017 sekitar pukul 14.00 WIB Hendry selaku perantara penerima datang ke KPK dan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

“Mall Transmart ini akan dibuka di kawasan PT KIEC yang izin prinsipnya sudah ada sedangkan pihak yang akan membangun adalah PT BA. Kemudian karena izin prinsip sudah keluar SPK (Surat Perintah Kerja) sudah ke luar tapi proses tidak bisa jalan kalau tidak ada Amdal,” kata Basaria.

Awalnya Wali Kota meminta uang Rp2,5 miliar yang harus dipenuhi dulu supaya dikeluarkan izin Amdal.

Kemudian terjadi tawar-menawar akhirnya disepakati sejumlah Rp1,5 miliar. Masalahnya, pengeluaran perusahaan ini dicatat dalam bentuk apa?.

“Tidak mungkin PT KIEC dan PT BA mengeluarkan uang begitu saja tanpa alasan yang jelas jadi kami menemukan modus baru mereka sepakati seolah-olah menjadi CSR perusahan tersebut dengan kesepakatan Rp800 juta dari PT BA dan Rp700 juta dari PT KIEC yang sudah disetorkan pada tanggal 17 September dan hari H OTT,” kata Basaria.

Pemilihan sebagai tempat pengiriman uang berdasarkan keinginan Wali Kota. [DAS]