Koran Sulindo – Memperingati hari penghapusan kekerasan terhadap perempuan pada 25 November lalu, mengingatkan kita pada perjuangan 3 bersaudara terhadap rezim diktator Dominika pada 25 November 1960. Ketiga perempuan pemberani itu adalah Minerva, Maria dan Patria yang kemudian menginspirasi ribuan perempuan di dunia melawan ketidakadilan.
Jauh sebelum kisah 3 perempuan itu, seorang perempuan muda dari Uni Soviet dengan berani melawan tentara fasis Jerman pada 1941. Zoya Kosmodemyanskaya, 18 tahun, seorang anggota partai dan Tentara Merah Soviet. Ia terpaksa berhenti sekolah, 4 bulan sebelum tentara fasis Jerman menyerbu tanah kelahirannya. Ia menjadi sukarelawati dan ikut dalam operasi dengan sandi “Tanya”.
Seperti yang dituliskan findgrave.com, tugas Zoya ketika itu adalah melakukan tindakan sabotase di wilayah yang diduduki tentara fasis. Pada 26 November, ia bersama dua temannya menyusup ke Desa Petrischevko, Moskwa. Mereka membakar beberapa gedung yang menampung tentara fasis Jerman beserta perlengkapannya. Salah satu temannya, Vasily Klubkov berhasil ditangkap. Ketika diinterogasi, Vasily berkhianat dan menyebutkan nama Zoya.
Berbekal informasi itu, tentara fasis kemudian menangkap Zoya pada hari berikutnya. Zoya disiksa secara brutal. Ia akan tetapi tetap menolak memberikan segala informasi yang ingin didapatkan tentara fasis Jerman. Termasuk membocorkan nama aslinya. Tentara Jerman kesal dan mengaraknya keliling desa dengan tali di lehernya. Tentara fasis ingin menggantungnya di depan banyak orang.
Kalimat terakhir yang keluar dari mulut Zoya “Kawan, mengapa engkau begitu muram? Aku tidak takut mati! Aku senang mati untuk rakyat!” Lalu, sebelum eksekusi dilakukan, Zoya kembali mengeluarkan kalimat “pemberontakan” kepada tentara fasis. “Anda boleh menggantung saya, tetapi saya tidak sendirian. Ada lebih 200 juta orang seperti saya. Anda tidak akan bisa menggantung kami semua,” kata Zoya sambil berteriak.
Tentara fasis Jerman lantas menggantung Zoya tepat pada 29 November 1941. Foto-foto menunjukkan, betapa Zoya begitu tenang ketika menghadapi siksaan dan eksekusi itu. Tubuhnya penuh dengan luka ketika ditinggalkan begitu saja di hamparan salju. Itu sebagai peringatan kepada rakyat dan mayatnya tidak dikubur hingga Februari 1942.
Ketika Tentara Merah berhasil merebut Desa Petrischevo, baru gadis yang baru berusia 18 tahun itu dikuburkan secara layak. Kisahnya sebagai tokoh propaganda lalu disebarkan ke seluruh Soviet dan dunia. Ia disebut sebagai perempuan pertama yang dinobatkan sebagai Pahlawan Uni Soviet setelah Perang Dunia II. Kisah Zoya ini kemudian difilmkan berjudul Zoya pada 1944.
Zoya juga diabadikan di sebuah museum di Moskwa pada 1956. Namun, setelah kekuatan revisionis modern berkuasa di Uni Soviet pada 1991, justru mereka mempertanyakan kisah Zoya itu. Meski begitu, lebih banyak rakyat yang percaya tentang dedikasi Zoya selama Perang Dunia II. Ia tetap populer kendati Uni Soviet telah hancur. Monumen Zoya masih banyak bisa ditemukan di sekitar Rusia.
Setiap 29 November, banyak orang terutama kaum perempuan memeringati keberanian Zoya. Ia menjadi simbol pahlawan rakyat yang dengan berani melawan tentara Nazi Jerman. [KRG]