Koran Sulindo – Ketika rekaman Ahed Tamimi remaja Palestina yang menampar tentara Israel di Nabi Saleh viral, Peace Now sebuah kelompok sayap kiri Israel menganggap sang tentara sebagai pahlawan karena tak menanggapi dengan keras meskir diprovokasi.
Dalam tweet-nya kelompok itu memuji sang tentara karena, “menunjukkan ketabahan moral menghadapi aksi percobaan untuk memperburuk citra Israel.”
Di hari yang sama ketika Tamimi menampar tentara itu, sepupunya yang berusia 14 tahun dengan peluru karet dari jarak dekat. Darah di kepalanya mengalir seperti ‘air mancur’ dan si sepupu itu harus menjalani operasi panjang karena koma.
Peace Now tak mengatakan apapun tentang itu. Bungkam.
Tamparan itu akhirnya membuat Tamimi dan seorang saudara lainnya ditangkap tentara Israel. Gadis berusia 16 tahun itu bakal dikenai hukuman panjang agar Israel dapat mempertahankan ‘kehormatannya’. Peace Now juga belum mengeluarkan pernyataan tentang itu.
Tak perlu cerdas, manusia dengan otak di kepalanya pastilah kecewa dengan keadaan di sana. Tapi memang begitulah cara kerja Zionisme yang merupakan salah ciptaan terbaik negara-negara Barat yang beradab itu. Ini adalah cerita tentang identitas Yahudi yang berakar pada trauma. Lantas butuh berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi trauma itu? Bahkan organisasi sayap kiri mereka lebih peduli pada tentara yang menjaga kehormatan dan kemurnian mereka dengan senjata. Tidak pada orang-orang yang dilanggar hak asasinya karena penjajahan. Absurd!
Pengalaman orang-orang Palestina ini sangat mirip dengan pengalaman orang-orang Yahudi 100 tahun lalu Eropa Timur. Ketika orang-orang Yahudi dipukuli dan dibunuh oleh kelompok perampok dengan restu negara. Orang-orang Yahudi tidak diam, khususnya Yahudi Amerika.
Pemimpin mereka pergi ke Gedung Putih dan membentuk organisasi terpenting. Orang Yahudi terkuat di dunia, bankir Jacob Schiff mendukung revolusi Rusia karena dia sangat membenci Tsar. Sementara orang Yahudi paling cemerlang di dunia, Franz Kafka keluar dari kantornya di Praha hanya untuk melihat orang-orang Yahudi dipukuli dan dia berangkat ke pertemuan Zionis.
Trauma
Sekarang, jutaan orang Palestina di bawah pendudukan dipermalukan, kehilangan kebebasan, sementara anak-anak mereka tak diberi kesempatan bermimpi tentang kehidupan yang lebih baik. Dan ini, sebuah organisasi Zionis sayap kiri mengejek gadis Palestina berusia 16 tahun gara-gara menampar seorang tentara pendudukan di halaman rumahnya?
Seperti orang-orang Yahudi lainnya, Peace Now juga mendesak pemisahan. Mereka mengatakan, “pendudukan menguatirkan Israel dan citra dirinya, dan ini akan berlanjut sampai Israel melepaskan diri dari orang-orang Palestina.”
Bagaimanapun pemisahan Yahudi dari Palestina adalah khayalan. Ide ini seperti ide pemisahan orang kulit putih dari orang kulit hitam di AS. Di Israel mereka memiliki 20 persen populasi non-Yahudi dan bagaimana bisa mereka mengatur 5 juta orang Palestina di sekitarnya.
Di sisi lain, meskipun dunia telah ‘melepaskan’ orang-orang Yahudi di Arab selama 70 tahun terakhir, masyarakat wilayah itu kini justru hidup lebih saling terkait dibanding sebelumnya. Orang-orang Yahudi Israel datang membanjiri Tepi Barat dan membangun koloni-koloni baru yang lebih ‘Yahudi’. Koloni-koloni yang dikawal ketat militer itu selama berpuluh-puluh tahun hanya menyuburkan trauma bagi orang Palestina.
Ahed Tamimi jelas trauma, sepanjang hidupnya yang singkat itu ia hanya melihat kekerasan demi kekerasan. Dua tahun yang lalu Ahed Tamimi adalah remaja dikenal publik ketika ia berusaha melindungi saudaranya dari sergapan tentara Israel, tentara itu digigitnya. Sekarang dia adalah gadis muda yang terancam penjara karena menampar tentara Israel di desanya.
Tujuh tahun yang lalu sebuah video berisi bocah Palestina yang berlari mengejar ayahnya mendapat perhatian internasional. Ayah bocah itu diseret polisi Israel setelah dituduh mencuri air dari penjajah Yahudi di wilayah pendudukan. Meski Israel menuding video itu sebagai ‘drama’yang dipentaskan. Hari-hari di Tepi Barat dan Jalur Gaza tetap tak berubah. Orang-orang Yahudi tetap dalam krisis sementara anak-anak Palestina bertambah tua dan bertambah trauma.
Orang-orang Palestina seperti Ahed Tamimi bertahun-tahun mendesak masyarakat internasional untuk mendukung pemboikotan pada Israel. Dunia tetap bungkam dan seruan itu tak ada yang menyambut. Hanya Jewish Voice for Peace (JVP) satu-satunya kelompok Yahudi yang mendukung boikot. Mereka segera dicap ‘pemberontak’ dan dikecam karena memiliki ‘dorongan membunuh’ Israel. [TGU]