Koran Sulindo – Yayasan Yap Thiam Hien menganugerahi penghargaan hak asasi manusia Yap Thiam Hien Award (YTHA) 2018 kepada Sedulur Sikep dan Eva Bande karena memberikan kontribusi besar dalam menjaga kelestarian lingkungan.
“Keduanya dianggap sebagai sosok dengan perjuangan yang panjang untuk menjaga dan merawat bumi nusantara,” kata salah satu juri YTHA 2018, Yosep Adi Prasetyo, dalam sambutannya di Gedung Perpustakaan Nasional Jakarta, Senin (21/1/2019).
Menurut Stanley, nama populer Yosep Adi Prasetyo, kedua peraih penghargaan itu memperjuangkan terpenuhinya hak masyarakat baik hak politik, serta hak atas ekonomi, sosial, dan budaya.
Eva Bande dan Sedulur Sikep telah mengalami perjalanan panjang dalam mempertahankan tanah adat dari kerusakan lingkungan, serta memiliki keyakinan bahwa tugas manusia adalah menjaga, merawat, dan memanfaatkan alam.
“Pembangunan tidak boleh lagi mengabaikan elemen hak-hak masyarakat, justru harus diorientasikan kepada terpenuhinya hak masyarakat,” kata Stanley.
Eva Bande merupakan aktivis lingkungan yang berjuang membela petani Toili di Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, dalam mempertahankan hak atas tanah garapan, tanah adat, dan perlindungan kerusakan alam di Suaka Margasatwa Bangkiriang dari ekspansi Industri Perkebunan Kelapa Sawit. Eva sempat ditangkap dan dipenjara bersama dengan 23 petani Toili selama empat tahun karena aksi perjuangannya tersebut.
Sementara itu Sedulur Sikep atau yang dikenal dengan nama Masyarakat Samin merupakan kelompok masyarakat yang melakukan perlawanan baik melalui jalur hukum maupun kajian akademis, terhadap pertambangan di wilayah Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah oleh sejumlah perusahaan semen. Salah satu aksi protes Sedulur Sikep adalah melakukan pemasungan diri dengan memasukkan kaki ke dalam semen, yang dilakukan di depan Istana Negara, Jakarta.
Dewan Juri YTHA 2018 terdiri dari Makarim Wibisono, pegiat isu politik dan HAM Clara Joewono, Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, aktivis pendidikan Henny Supolo, aktivis perempuan Maria Hartiningsih, pegiat isu pluralisme Imdadun Rahmat, dan pegiat isu hukum dan HAM Haris Azhar.
YTHA merupakan sebuah penghargaan yang diberikan oleh Yayasan Pusat Studi HAM setiap tahunnya kepada orang-orang yang dinilai telah berjasa besar dalam upaya penegakan HAM di Indonesia.
“Hal yang penting di dalam kami memilih dua nominee ini menjadi pemenang, Eva Bande dan Sedulur Sikep adalah keduanya ini memilih jalan nonviolence. Ketika melakukan gerakan-gerakan itu, dimulai dari gerakan yang kecil, kemudian menginspirasi kelompok-kelompok masyarakat sekitarnya untuk memberikan dukungan. Dan pilihan itu juga dipadukan dengan budaya setempat, local wisdom, dan itu menghasilkan suatu kekuatan yang luar biasa,” kata Stanley, dalam jumpa pers pengumuman di Dewan Pers, 12 Desember 2018 lalu.[DAS]