Koran Sulindo – Wisma Yaso, yang terletak di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, merupakan sebuah bangunan bersejarah yang menyimpan kenangan penting dari perjalanan hidup Presiden pertama Indonesia, Sukarno. Dikenal sebagai kediaman istri Sukarno, Ratna Sari Dewi, Wisma Yaso memiliki cerita yang kaya dan mendalam, khususnya mengenai hari-hari terakhir kehidupan Sukarno.
Sejarah Wisma Yaso
Dibangun pada tahun 1960, Wisma Yaso berdiri di atas lahan seluas sekitar 58.800 meter persegi. Bangunan utama yang terdiri dari dua lantai ini bukan hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga menyimpan banyak cerita.
Nama “Yaso” diambil dari saudara laki-laki Ratna Sari Dewi yang telah meninggal dunia. Dana pembangunan rumah ini dikatakan berasal dari sumbangan perusahaan-perusahaan Jepang, dengan kontribusi sukarela dari individu Jepang dan Indonesia yang ingin memberikan tempat tinggal bagi Ratna Sari Dewi di Jakarta.
Wisma Yaso menjadi saksi bisu perjalanan hidup Sukarno yang semakin terasing. Setelah dipindahkan dari Istana Bogor karena alasan kesehatan, Sukarno menjalani masa tahanan rumah yang ketat di Wisma Yaso.
Aksesnya terhadap dunia luar, termasuk bacaan dan keluarga, sangat dibatasi, dan setiap pertemuan harus melalui izin penguasa.
Akhir Hidup Sukarno di Wisma Yaso
Sukarno menghabiskan hari-hari terakhirnya di Wisma Yaso. Pada 11 Juni 1970, ia dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto untuk masalah kesehatan yang semakin memburuk.
Sayangnya, pada Minggu, 21 Juni 1970, Sukarno wafat di rumah sakit tersebut. Jenazahnya disemayamkan di Wisma Yaso sebelum akhirnya dibawa menuju tempat peristirahatan terakhir di Blitar, Jawa Timur, berdekatan dengan makam kedua orangtuanya.
Dari Kediaman Menjadi Museum
Setelah wafatnya Sukarno, Wisma Yaso tidak hanya berfungsi sebagai situs sejarah, tetapi juga diubah menjadi Museum Satria Mandala pada 5 Oktober 1972. Museum ini menyimpan berbagai koleksi yang berkaitan dengan sejarah perjuangan Tentara Nasional Indonesia.
Di dalamnya terdapat tandu yang digunakan oleh Jenderal Sudirman, surat kabar Angkatan Bersenjata, serta berbagai baju, pangkat kemiliteran, dan persenjataan yang pernah digunakan oleh TNI.
Melalui pengubahannya menjadi museum, Wisma Yaso tidak hanya melestarikan sejarah Sukarno, tetapi juga menjadi pengingat akan perjuangan dan pengorbanan bangsa.
Pengunjung dapat menyaksikan koleksi-koleksi tersebut sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa-jasa para pahlawan yang telah berjuang demi kemerdekaan Indonesia.
Wisma Yaso bukan sekadar bangunan tua; ia merupakan simbol dari sejarah perjuangan dan perjalanan hidup Presiden Sukarno. Dengan adanya museum di dalamnya, Wisma Yaso tetap hidup dan menginspirasi generasi masa kini dan yang akan datang untuk mengenang dan menghargai jasa-jasa pahlawan bangsa.
Sebagai tempat yang menyimpan banyak kenangan, Wisma Yaso tetap menjadi salah satu lokasi penting dalam memahami sejarah Indonesia. [UN]