Wiranto: Banyak yang Menunggangi Peristiwa Pembakaran Bendera di Garut

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto/polkam.go.id

Koran Sulindo – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto berdialog dengan pemimpin beberapa organisasi massa (ormas) Islam hari ini. Dialog terutama tentang peristiwa pembakaran bendera bertulisan kalimat tauhid di Garut, Jawa Barat, pada 22 )ktober 2018 lalu.

“Karena terus terang banyak yang kemudian menunggangi. Pertemuan silaturahim di antara kita, di antara pimpinan Islam untuk membicangkan sesuatu yang bermanfaat kaitannya dengan kebersamaan kita sebagai satu entitas bangsa di mana sebagian besar masyarakat beragama Islam.” kata Wiranto, saat membuka acara dialog santai tersebut di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Jakarta, Jumat (9/11/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Dialog antara lain dihadiri pemimpin Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Majelis Ulama Indonesia, PP Muhammdiyah, Pemuda Muhammadiyah, Syarikat Islam, GP Ansor, Persaudaraan Alumni 212. Juga hadir perwakilan dari Polri, Badan Intelijen Negara, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Menurut Wiranto, peristiwa pembakaran bendera sebenarnya berskala kecil karena terjadi di kecamatan dengan pelaku tiga orang di Garut, namun berkembang menjadi isu negara yang berpotensi menggangu kestabilan keamanan negara.

“Tiga orang menyebabkan 162 juta orang kena akibatnya. Maka kami minta kearifan tokoh agama intern Islam. Antar-Islam, yang bawa bendera orang Islam, yang membakar orang Islam, mereka masing-masing punya komunitas dan perlu kearifan,” katanya.

Pemerintah mengajak para pemimpin ormas menyelesaikan masalah secara bersama sebagai sesama umat Islam dan berharap dialog bisa membawa solusi damai untuk mengakhiri kegaduhan akibat pembakaran bendera tersebut.

Latar Belakang
Peristiwa pembakaran bendera di Garut oleh oknum anggota Banser NU diduga dilakukan karena penggunaan kalimat tauhid dalam bendera ormas HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang sudah dilarang keberadaannya di Indonesia.

“Yang muncul dalam upacara Hari Santri di beberapa daerah (Tasikamalaya dan Garut) untuk daerah lainnya, bendera tersebut dapat diamankan dengan tertib sedangkan di Garut, cara mengamankannya dengan dibakar oleh oknum Banser,” kata Wiranto saat jumpa pers usai rapat koordinasi khusus di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa 23 Oktober 2018.

Rakorsus itu dihadiri Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Jaksa Agung AM Prasetyo, perwakilan MUI, perwakilan PBNU, dan perwakilan Kemendagri.

Menurut Wiranto, PBNU telah meminta GP Ansor untuk melakukan klarifikasi. Selain itu, PBNU menyesalkan cara tersebut telah menimbulkan keresahan dan kesalah pahaman di masyarakat.

“Namun sesungguhnya sebagai ormas Islam, tidak mungkin dengan sengaja membakar ‘kalimat tauhid’ yang sama artinya melakukan penghinaan terhadap diri sendiri. Ini semata-mata ingin membersihkan pemanfaatan Kalimat Tauhid oleh organisasi HTI yang telah dilarang keberadaannya,” katanya seperti diberitakan Antara, Rabu 23 Oktober 2018.

Pada acara peringatan Hari Santri Nasional 22 Oktober 2018 di Lapangan Kecamatan Limbangan, Garut yang dihadiri sekitar 4.000 orang tersebut, telah terjadi peristiwa pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid dan ikat kepala yang oleh pembakar diyakini sebagai simbol HTI.

“HTl adalah ormas yang sudah dilarang keberadaannya di Indonesia berdasarkan keputusan pengadilan,” katanya.

Rekaman video peristiwa pembakaran bendera tersebut telah beredar luas. Peristiwa tersebut meluas dengan berbagai pendapat yang cenderung mengadu domba antarormas, bahkan antarumat agama.

“Pada akhirnya, hanya akan mengusik persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa dan negara. Oleh karena itu, pemerintah memandang perlu untuk mengambil langkah-langkah dalam rangka menjaga stabilitas di masyarakat,” kata Wiranto.

Berdasarkan hasil rakorsus, diketahui bahwa bendera berkalimat tauhid juga muncul di peringatan Hari Santri di sejumlah daerah, termasuk Tasikmalaya. [DAS]