Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri BUMN Rini Soemarno

Koran Sulindo – Jauh-jauh hari sudah banyak yang mengingatkan pemerintah: sebaiknya tidak menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk program besar-besaran pembangunan infrastruktur. Karena, penugasan tersebut akan membuat BUMN gencar mencari utang, yang akan mengakibatkan risiko fiskal dan beban anggaran negara bertambah berat. Bahkan, utang itu juga dapat membahayakan keuangan negara.

Pada 17 Januari 2018 lampau, soal ini diingatkan lagi oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro. Dalam acara Danareksa bertajuk “Economic and Investment Outlook 2018” di Jakarta itu, Bambang meminta BUMN tidak mengandalkan bantuan negara untuk mempertebal modal.

“Saya meminta ke BUMN tidak terlalu andalkan PMN [Penyertaan Modal Negara]. Kalau butuh tambahan modal equity financing bisa dengan melibatkan investor swasta,” ujar Bambang.

BUMN, lanjutnya, perlu menggandeng manajer-manajer investasi untuk bisa membujuk investor menanamkan modalnya di proyek-proyek infrastruktur yang akan dijalankan. Investor yang dimaksud antara lain pengelola dana pensiun (dapen) dan dana haji.

“Bagaimana [pengelola] dana jangka panjang seperti dapen dan dana haji tidak lagi berpikir membeli bond atau deposito, tapi mulai berpikir sektor riil, yaitu infrastruktur. Memang dapen tidak bisa pusing, ‘Kalau saya inves di bandara bagaimana, ya?’ Yang pusing harusnya manajer investasinya. Ini tantangan,” kata Bambang lagi.

Ia juga mengatakan, Bappenas sudah mengusulkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk merelaksasi aturan yang membatasi investasi langsung dapen maksimal 10% dari total investasi. Bappenas menginginkan batasan itu naik menjadi 15% sampai 20%.