Koran Sulindo – Ada kelompok yang memanfaatkan dunia maya sebagai media untuk memasarkan narkoba. Hasil penjualan narkoba itu kemudian digunakan untuk membiayai kegiatan terorisme. Kelompok itu dikenal dengan istilah cyber narcoterrorism.

Ketua DPR Bambang Soesatyo pun mengaku waswas dengan munculnya kelompok seperti itu. Ia pun mengatakan, aparat pemerintah sudah seharusnya segera bertindak untuk mengantisipasi cyber narcoterrorism. “Harus ada tindakan antisipasi dan pencegahan secara dini, mengingat hal itu bisa menjadi ancaman serius bagi bangsa Indonesia,” katanya dalam siaran pers-nya, Kamis (19/7).

Upaya menangkal kelompok cyber narcoterrorism, lanjutnya, tidak bisa diserahkan kepada satu institusi saja. Menurut dia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), TNI, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta Direktorat Cyber Crime Polri harus kompak mengantisipasi kelompok ini.

Ia juga meminta masyarakat, terutama pengguna media sosial, untuk semakin waspada. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pun harus mencegah para anak didik tersentuh kelompok cyber narcoterrorism. “Saya mengimbau pihak sekolah memperhatikan lingkungan dan peserta didik agar cerdas dalam menggunakan media sosial, serta meminta kepada orang tua siswa untuk selalu mengawasi perkembangan dan pergaulan anak di lingkungan masing-masing,” tuturnya.

Sebenarnya, pada tahun 2012 lampau, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) yang waktu itu dijabat Gories Mere sudah memberi peringatan yang sama. Menurut dia, narkoba dan terorisme telah “berkolaborasi”. Sindikat narkotika sudah bergendengan dengan pelaku aksi teror.

Gories saat itu mengungkapkan, ada dua hal yang mesti diperkuat sebagai langkah pencegahan perkembangan narcoterrorism. Pertama: kemampuan sumber daya manusia. Kedua: teknologi. Tetapi, kesemuanya bermuara kepada manusia. “Selain manusianya, juga teknologinya,” tutur Gories, 15 Juni 2012 silam, seperti dikutip banyak media.

BNN, kata Gories lagi, telah mengidentifikasi target dari sindikat narcoterrorism. Tapi, demi kepentingan yang lebih luas, Gories waktu itu tak mau membocorkan informasinya. “Ada di Amerika Selatan, Timur Tengah, di Barat dan termasuk sudah ada contohnya di Indonesia, di mana kelompok teroris melakukan aksi pelatihan menggunakan dana dari narkotika. Mereka membeli senjata dari dana narkotika,” kata Gories.

BNN pun, tambahnya, sudah menggalang kerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Teroris, Mabes Polri, dan Densus 88. “Ada bisnis dari penjualan sabu dari Malaysia itu digunakan untuk pembelian senjata, seperti telah diungkap Mabes Polri tahun 2010,” tuturnya. [RAF]