ojk

Koran Sulindo – Masyarakat harus waspada, khususnya yang tinggal di Cirebon, Jawa Barat. Karena, Tim Satgas Investasi Otoritas Jasa keuangan (OJK) Cirebon kini sedang memantau tiga perusahaan investasi ilegal. “Ketiganya tidak bisa memenuhi kewajiban terhadap nasabah. Kalau dengan PT CSI berarti ada empat, namun CSI sudah ditangani Mabes Polri,” tutur Kepala OJK Cirebon, Muhamad Lutfi, di Cirebon.

Menurut Lutfi, ketiga investasi ilegal tersebut diketahui beroperasi sejak empat tahun lalu. Daerah operasinya di Kota dan Kabupaten Cirebon. Malah, satu di antaranya memiliki ribuan nasabah.

Dua di antaranya sudah dalam penanganan Polresta Cirebon, sementara satu perusahaan investasi ilegal lainnya masih dalam pemantauan Tim Satgas Investasi OJK Cirebon.

Lutfi mengatakan, ketiganya diduga tidak memiliki izin operasi dari pihak berwewenang. “Juga tidak bisa memenuhi kewajibannya terhadap nasabah, sehingga banyak nasabah yang dirugikan,” katanya.

Kasus ini terbongkar, lanjutnya, setelah pihaknya mendapat banyak pengaduan dari masyarakat, yang langsung datang ke kantornya.”Ada juga nasabah yang melapor ke Dinas Koperasi,” ujarnya.

Dijelaskan Lutfi, skema operasi investasi bodong di antaranya adalah nasabah diminta menyetorkan uang sebesar Rp 8 juta dan dijanjikan berangkat umroh dalam waktu tiga tahun. Tapi, setelah waktu yang dijanjikan, perusahaan itu tidak bisa memenuhi kewajibannya dan nasabah tidak bisa menarik uang yang telah disetorkan.

Modus lain: investasi pohon jati ambon. Pada modus ini, nasabah diminta menginvestasikan dananya sebesar Rp 1,8 juta dan dijanjikan selama empat tahun modal awal akan bertumbuh menjadi Rp 4 juta. Tapi, setelah tahun ke-4 tidak ada realisasinya.

“Dalam tiga tahun, nasabah tidak bisa berangkat umroh. Jika ingin mengambil uangnya, dipotong sebesar Rp1 juta. Untuk investasi menanam pohon jati ambon tidak bisa direalisasi perjanjiannya dengan nasabah. Satu perusahaan lagi sedang kami klarifikasi,” katanya.

Tim Satgas Investasi OJK Cirebon sudah memanggil pengurus dari perusahaan tersebut dan dua di antaranya sudah ditangani pihak kepolisian setempat. “Mereka beroperasi sejak tahun 2012 lalu, tidak memiliki izin usaha, nasabahnya sudah ada yang sampai seribuan dan pengurusnya sudah kami panggil untuk klarifikasi,” ungkap Lutfi. [RAF]