Koran Sulindo – Belanda, sebagai salah satu negara yang pernah menjajah Indonesia, telah meninggalkan banyak jejak di tanah air. Warisan mereka tidak hanya berupa bangunan dan budaya, tetapi juga dalam bentuk marga yang masih eksis hingga saat ini.
Salah satu kisah unik yang masih hidup adalah keberadaan dua belas marga asli di Depok, sebuah kota di selatan Jakarta, yang merupakan warisan dari seorang Belanda bernama Cornelis Chastelein.
Kisah ini bermula pada abad ke-17, ketika Cornelis Chastelein tiba di Hindia Belanda dan bekerja di VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie).
Namun, beberapa tahun kemudian, Chastelein memutuskan untuk mengundurkan diri dari VOC karena ketidaksetujuannya dengan sistem baru yang diterapkan. Setelah berhenti, ia membeli lahan partikelir seluas 1.244 hektare di daerah yang sekarang dikenal sebagai Depok, untuk dijadikan perkebunan.
Untuk mengelola lahan perkebunannya, Cornelis Chastelein membawa sekitar 150 orang budak dari berbagai daerah di Nusantara, termasuk Bali, Banjar, dan wilayah Indonesia Timur lainnya. Para budak ini bekerja di perkebunan miliknya selama bertahun-tahun.
Pada 28 Juni 1714, Cornelis Chastelein wafat. Sebelum kematiannya, ia meninggalkan sebuah surat wasiat yang sangat penting. Dalam surat tersebut, Chastelein menyatakan bahwa seluruh budaknya akan dimerdekakan dan tanah perkebunannya akan dibagikan kepada mereka.
Selain itu, ia juga memberikan nama marga kepada para budak yang telah ia bebaskan. Inilah cikal bakal munculnya dua belas marga asli Depok.
Dua Belas Marga Asli Depok
Marga-marga yang diberikan oleh Cornelis Chastelein kepada budak-budaknya memiliki makna penting dalam sejarah Depok. Dua belas marga asli Depok tersebut adalah:
1. Bacas
2. Isakh
3. Jacob
4. Jonathans
5. Joseph
6. Laurens
7. Leanders
8. Loen
9. Samuel
10. Soedira
11. Tholense
12. Zadokh
Nama-nama ini dapat ditemukan tertulis di Dinding Prasasti Gedung Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein. Namun, seiring berjalannya waktu, hanya sebelas marga yang masih bertahan hingga saat ini. Marga Zadokh hilang karena tidak memiliki keturunan laki-laki yang dapat meneruskan garis marga tersebut.
Dari Belanda Depok ke Kaum Depok
Pada masa lalu, banyak masyarakat menyebut keturunan dari dua belas marga ini dengan sebutan Belanda Depok, karena gaya hidup mereka yang berbahasa dan berpakaian ala Belanda.
Namun, kini keturunan mereka lebih suka disebut sebagai Kaum Depok, menolak identitas sebagai “Belanda” karena mereka merasa bagian dari bangsa Indonesia. Meskipun mereka memiliki warisan sejarah yang kuat dengan Belanda, mereka lebih memilih untuk merangkul identitas Indonesia mereka.
Cerita tentang dua belas marga asli Depok ini merupakan bagian dari sejarah yang mungkin belum banyak diketahui oleh masyarakat Depok sendiri. Melalui kisah ini, kita dapat melihat bagaimana warisan sejarah dari masa kolonial Belanda masih berlanjut dan menjadi bagian dari identitas lokal di Depok.
Warisan Cornelis Chastelein menjadi contoh unik bagaimana sejarah kolonial dapat berkontribusi pada pembentukan masyarakat lokal dengan cara yang berbeda, tidak hanya meninggalkan luka, tetapi juga memberikan kesempatan untuk kemandirian dan identitas baru. [UN]