Ahmad Basarah/DPP PDIP

Koran Sulindo – Wacana pemakzulan Presiden saat suasana duka pandemi COVID-19 hanya akan menguras energi bangsa.

“Ketika semua anak bangsa tengah meresapi hari kelahiran Pancasila, menyelenggarakan diskusi dengan mengangkat tema pemakzulan hanya akan menguras energi bangsa dan menuai kritik masyarakat luas meskipun kegiatan diskusi merupakan ekspresi demokrasi untuk menyampaikan pendapat yang dijamin oleh konstitusi,” kata Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Basarah, di Jakarta, Kamis (4/6/2020), melalui rilis media.

Menurut Basarah, Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Menyampaikan Pendapat di Muka Umum menyatakan menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab adalah hak setiap warga negara, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Jadi selain bertanggung jawab dan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dalam menyampaikan pendapat, setiap orang perlu mengedepankan aspek etika dan moral,” katanya. “Demokrasi memerlukan peraturan perundang-undangan agar cara kita hidup bernegara berada di jalan yang benar (on the right track).”

Hukum harus berjalan paralel dengan etika dan moral serta perlu harmonisasi antara demokrasi, hukum, etika, dan moral.

Ketua DPP PDI Perjuangan tersebut mengakui tema pemakzulan presiden sudah kerap terjadi, baik di mimbar akademik maupun forum lain. Akan tetapi, sejauh ini tidak terlalu menimbulkan resistensi dan kegaduhan.

“Lantas mengapa belakangan wacana pemakzulan presiden menimbulkan reaksi penolakan publik secara luas? Fenomena penolakan dan kritis pedas publik ini mestinya menjadi bahan koreksi buat pihak penyelenggara diskusi,” katanya.

Fokus koreksi bukan pada aspek kegiatan dan tema diskusi, melainkan lebih pada persoalan momentum yang tidak tepat karena diskusi itu dilakukan di tengah situasi keprihatinan ketika bangsa sedang berduka menghadapi pandemi COVID-19 dan berbarengan dengan peringatan Hari Lahir Pancasila, 1 Juni.

Seharusnya semua pihak turut prihatin jika melihat data per 3 Juni, jumlah korban terinfeksi COVID-19 mencapai 28.233 orang, korban meninggal dunia mencapai 1.698 orang, belum lagi dampak pandemi yang multidimensi.

“Dalam kondisi susah seperti ini mestinya semua pihak kompak mencari solusi, bukan mencari nama. Bukankah Pancasila yang menjadi ideologi negara kita mengajarkan lima falsafah hidup yang sangat berarti buat kita hidup bersama sebagai bangsa, mulai dari falsafah ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kebijaksanaan, sampai keadilan sosial?” kata Basarah.

Dalam sepekan terakhir, ada dua diskusi yang membahas pemakzulan presiden di tengah pandemi COVID-19. Diskusi Webinar pertama diselenggarakan oleh Komunitas yang mengatasnamakan diri Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) yang mengangkat tema “Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan”.

Diskusi Webinar kedua bertajuk “Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Corona” yang digelar oleh Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama) dan Kolegium Jurist Institute. [RED]