Wabah Rabies di NTT: Kerjasama Kemendikbudristek dengan Australia dan Upaya Penanganan di Daerah

Pelaksanaan vaksin anti rabies pada anjing di Kabupaten Timor Tengah Selatan [TTS], NTT. Foto: Dok. BNPB

Wabah rabies di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), menunjukkan tingkat kekhawatiran yang meningkat. Sejak awal Februari 2024, kisah tragis datang dari Desa Oeleu, Kecamatan Toianas, TTS, dengan meninggalnya NK, seorang anak perempuan. Rabies menyebabkan kematiannya pada Kamis, 1 Februari 2024. Total korban meninggal akibat rabies di TTS mencapai 15 orang.

Pada saat yang sama, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Indonesia menandatangani perjanjian kerja sama dengan National Computational Infrastructure (NCI) Australia. Proses penandatanganan berlangsung dalam rangkaian acara Super Computing Asia (SCA) 2024 Conference di International Convention Centre-Sydney, 20-22 Februari 2024.

Perjanjian antara Kemendikbudristek dan NCI Australia bertujuan memfasilitasi kegiatan di bidang High Performance Computing dan Data Management. Ini mencakup penelitian bersama, pengembangan bakat bersama melalui program mahasiswa magang, pelatihan, workshop, dan summer school. Kerja sama ini juga melibatkan pemanfaatan fasilitas superkomputer milik NCI Australia untuk peneliti dan mahasiswa di Indonesia.

Plt. Dirjen Diktiristek, Nizam, menyatakan bahwa kerja sama ini penting untuk meningkatkan kolaborasi antarpeneliti di Indonesia dan Australia, khususnya dalam bidang high computing dan data management. Diharapkan, hasil kerja sama ini akan menghasilkan lebih banyak penelitian dan publikasi di masa depan, serta meningkatkan kapasitas kelembagaan melalui pengembangan profesional.

Sementara itu, di Kabupaten TTS, Juru Bicara Satgas Penanganan Virus Rabies, Octas B. Tallo, mengimbau warga untuk mengandangkan hewan penular rabies (HPR) seperti anjing, kucing, atau monyet. Sebanyak 3.191 korban gigitan menjalani rawat jalan, dan pemerintah gencar melakukan vaksinasi untuk HPR.

Dari 3.206 korban gigitan anjing, 15 korban menunjukkan gejala rabies, 761 korban tidak menunjukkan gejala, dan 2.431 korban belum menunjukkan gejala. Pemerintah fokus pada vaksinasi dan memiliki sisa stok vaksin VAR sebanyak 1.264 vial dan SAR 43 vial, serta vaksin rabies bagi HPR sekitar 19.006 dosis. Sejauh ini, 3.354 orang telah divaksin, termasuk tenaga kesehatan, tenaga kesehatan hewan, dan korban HPR.

Di Kabupaten Sikka, wabah rabies juga menimbulkan korban. Seorang warga Kecamatan Nelle meninggal pada 10 Februari 2024, setelah digigit anjing pada Juni 2023. Pemberian vaksin tidak lengkap, dan gejala rabies muncul empat hari sebelum kematiannya.

Pusat penanganan rabies memang menghadapi kendala, terutama keterbatasan dana di pemerintah daerah untuk membeli Vaksin Anti Rabies (VAR). Namun, di Kabupaten Manggarai Barat, instruksi Bupati Edistasius Endi memberikan solusi dengan mengalokasikan dana desa untuk penanganan rabies. Kepala desa diminta untuk mengalokasikan dana dalam APBDes tahun anggaran 2024, mencakup belanja vaksin, disposable syringe, kalung, operasional vaksinasi, dan cool box.

Upaya penanganan wabah rabies terus dilakukan di NTT. Kepedulian masyarakat dan kerja sama lintas sektor menjadi kunci dalam menghadapi tantangan kesehatan ini. Sembari itu, kerja sama internasional seperti antara Kemendikbudristek dan NCI Australia membuktikan bahwa upaya bersama dapat meraih solusi dan kemajuan di berbagai bidang, termasuk penelitian dan teknologi. Semoga langkah-langkah ini dapat membawa perubahan positif dan memberikan solusi bagi masyarakat yang terdampak wabah rabies di Indonesia.[UN]