Koran Sulindo – Kepolisan Republik Indonesia masih melakukan identifikasi pelaku teror terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Salah satunya mengirimkan hasil rekaman CCTV ke kepolisian London, Inggris.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo menerangkan tim sedang melakukan pendalaman analisa terhadap rekaman CCTV.
Anggota, kata dia, telah mendapatkan empat rekaman dari kediaman Laode M Syarif dan para tetangganya.
Menurut Dedi dari CDR (Compact Disk Recordable CD-R), masih standar Indonesia. Sehingga, tingkat resolusinya tidak begitu bagus.
“Kita mencoba untuk CDR CCTV dianalisa lab digital milik Puslabfor Polri, tapi kita analisa CDR-nya ini sampai kirim ke London. Kita berkerjasama dengan Inafis di kepolisian metropolitan di London,” kata Dedi di Mabes Polri, Senin (21/1).
Mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu melanjutkan dari hasil analisa yang dikirim ke London ternyata ada perbedaan terkait video yang bergerak dan yang diam.
Menurut Dedi butuh tingkat kecermatan yang sangat tinggi untuk menganalisanya.
“Contoh kita sudah mencurigai ada satu kendaraan yang dalam satu bulan sebelum kejadian mondar-mandir dua orang. Pada saat mondar-mandir terlihat jelas. Tapi ketika dizoom orangnya jenis kendaraan sudau tahu, plat nomornya pada posisi-posisi yang sulit pecah,” ungkapnya.
Oleh karenanya sambung Dedi, tim dari Polri bekerjasama kepolisian London dengan mengirim kembali video utuh untuk dianalisa secara komperhensif.
“Jadi betul-betul bisa diketahui plat nomor kendaraan tersebut. Itu akan didalami juga plat nomor asli atau palsu. Jadi prosesnya butuh ketelitian, kesabaran dan analisa yang komprehensif,” ucap Dedi.
Sementara untuk di rumah Ketua KPK, Agus Rahardjo, Dedi mengatakan penyidik mendapatkan kesulitan. Sebab sidik jari yang ditemukan dari barang bukti berupa tas berisi bom palsu sudah tercampur sidik jari petugas.
“Sidik jari kita alami kesulitan karna banyak petugas yang megang,” tuturnya.
Begitu juga dengan sketsa wajah. Yang menurut Dedi perlu tingkat kesabaran sangat tinggi dari hasil pemeriksaan dua saksi. Dikatakannya, apabila sketsa konvensional sudah mendekati yang dikatakan saksi, maka ahli akan menggabungkan dengan analisa digital.
“Begitu nanti dicocokan analisa digital itu maka akan timbulkan dari database Dukcapil itu sekitar 30-40 kandidat orang-orang yang memiliki tipoologi wajah yang hampir sama mata hidung telinga mulut,” terangnya.
Akan tetapi proses itu harus dilakukan berulang-ulang. “Ini juga perlu proses dan waktu panjang. Jadi analisa pembuktian ilmiah perlu waktu kita enggak buru-buru tapi harus yakin harus tuntas dan clear,” tandasnya.(YMA)