Ilustrasi/Istimewa

Koran Sulindo – Sebanyak 300 mahasiswa dan mahasiswi Universitas Nasional (Unas) yang merupakan agen perubahan mendeklarasikan melawan hoax. Hal itu dilakukan setelah acara seminar ‘Milenial Anti-Hoax’ dengan tema Jangan Ada Hoax Diantara Kita di ruang Aula, Unas, Selasa (15/1/2019).

“Saya harap mereka melakukan betul tidak hanya berbicara tetapi melakukannya,” kata Dekan FISIP Unas, Truly Wangsalegawa usai acara.

Dirinya sangat berterimakasih kepada Divisi Humas Polri yang telah membuat acara tersebut. Menurut Truly, mahasiswa sebagai generasi penerus harus bisa mengatasi semua hal yang baik.

“Mereka harus berperan sangat besar karena mereka yg paling banyak mengenal digital memakainya dan menggunakannya. Terima kasih kepada Divisi Humas Polri yang telah memberikan pengetahuan,” tandasnya.

Sementara Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan alasan memilih kampus dalam adalah karena mahasiswa sudah memiliki tingkat intelektual yang sudah mapan. “Kita harapkan mereka sebagai agent of change untuk memberikan sosialisasi bahaya hoax,” kata Dedi.

Sebelumnya Wakil Satgas Nusantara, Brigjen Fadil Imran sebagai Keynote Speaker berharap mahasiswa berperan aktif menjadi pendingin dan mendinginkan serta berpikir rasional terhadap hoax.

“Jika ada berita hoaks, cek dan ricek. Cek sumbernya termasuk memberikan. Jangan hanya percaya satu sumber, ketika ada informasi di medsos, konfirmasi lagi ke media mainstream,” jelas jenderal bintang satu ini.

Mantan Direktur Tindak Pidana Siber itu juga mengajak mahasiswa untuk tidak takut melaporkan ke aparat penegak hukum jika menemukan berita yang jagal. Menurut dia, peran aktif mahasiswa akan sangat membantu menciptakan suasana kondusif jelang Pemilu 2019.

“Laporkan jika ada konten di media sosial yang menurut adik-adik mahasiswa mengandung berita-berita bohong yang dapat memecah belah bangsa ini yang dapat mengganggu rasa aman,” kata Fadil.

Dalam seminar itu hadir sebagai pembicara pengamat media sosial, Enda Nasution, pengamat Psikologi Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati, dan Dosen Ilmu Komunikasi Unas Dwi Kartikawati. [YMA]