Ilustrasi: Tersangka pemalsu uang Rp 100 ribuan/YMA

Koran Sulindo – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengungkap upaya peredaran uang palsu pecahan seratus ribuan dengan jenis baru. Lima tersangka diringkus penyidik di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta pada 3 sampai 4 Desember 2017.

Direktur Tipideksus, Brigjen Pol Agung Setya memastikan, uang yang dipalsukan ini merupakan uang palsu yang dibuat berdasarkan seri emisi terbaru. “Kita memastikan, ini emisi baru adalah yang pertama kita ungkap,” kata Agung di Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (7/12).

Beruntung, upal jenis baru ini belum sempat diedarkan oleh para pelaku. Kelima pelaku yakni AY (44), CM (33), AS (50 tahun), TT (48) dan BH (38). Untuk tersangka AY berperan sebagai pengedar, yang mendapat uang palsu dari CM melalui AS. CM juga berperan sebagai pemodal, mendapat uang palsu dari BH. Kemudian tersangka BH dan TR berperan mencetak dan menyediakan peralatan percetakan.

Agung menceritakan anggotanya melakukan penyamaran menjadi calon pembeli pada Ahad (3/12),  sekitar pukul 23.30 WIB di halaman sebuah Rumah Sakit di Karawang Barat, Jawa Barat. Kemudian dilakukan penangkapan terhadap tersangka AY dengan barang bukti 500 lembar atau 5 lak uang palsu. Selain itu dilakukan penggeledahan oleh tim ke rumah pelaku di Desa Padaulun, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung.

“Di rumah tersangka ditemukan 1.000 lembar uang palsu,” kata Agung.

Dari hasil interogasi, tersangka mendapatkan dari tersangka CM melalui AS dengan menukarkan Rp1juta uang asli dengan Rp2,5 juta upal. Kemudian dilakukan pengejaran terhadap CM yang akhirnya Senin, 4 Desember 2017 pukul 06.30 WIB berhasil ditangkap di halaman parkir RSUD Subang Jawa Barat dengan barang bukti 3 lembar uang palsu pecahan Rp 100 ribu. Dari pengembangan ketiga tersangka, AS, CM dan AY, tim menangkap TR di Cijantung, Jakarta Timur. Dan BH di rumahnya, Tambun, Bekasi, Jawa Barat.

“Barang bukti di samping alat yang digunakan kita juga aset hasil kejahatannya berupa tiga unit mobil, hasil uang palsu, yang sudah ada yang sudah di lak,” kata Agung.

Agung menerangkan, dalam perkara tersebut berhasil disita barang bukti berupa tiga unit mobil, 27 Lak uang palsu pecahan Rp 100 ribu, dua dus uang yang belum dipotong, satu karung surat-surat kendaraan diduga palsu yang belum dijilid serta faktur, BPKB, STNK kendaraan diduga palsu dan Visa diduga palsu, SIM, KTP dan KK yang juga diduga palsu.

“Terkait tujuan dokumen palsu ini akan jadi masukan kami ini untuk pengembangan. Nanti akan mengembangkan. Yang bersangkutan dulu ada yang ditangkap karena pemalsuan dokumen dan STNK, mungkin mereka melakukan mix,” terang Agung.

Mengenai pengungkapan uang palsu tersebut, Direktur Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI), Suhaendi mengatakan secara kualitas, uang palsu yang berusaha dibuat mirip dengan uang emisi terbaru ini memiliki kualitas yang sebenarnya jauh dari aslinya. Masyarakat, lanjut dia, masih bisa melakukan pembuktian dengan menerapkan metode 3D, dilihat, diraba dan diterawang.

“Dari kualitas ini jauh dengan aslinya, sehingga masyarakat ini bisa membuktikan, masyarakat tenang saja, karena peredaran uang palsu dapat ditekan,” katanya.

Bank Indonesia sambungnya, mengapresiasi upaya Bareskrim Polri mengungkap kasus ini. BI memberikan dukungan penuh dalam bentuk koordinasi maupun penindakan hukum yang dilakukan Bareskrim Polri.

“Kami dengan Bareskrim bekerja sama erat melakukan upaya pencegahan dalam bentuk kerja sama ada MoU antara gubernur BI dan Kapolri,” kata Suhaendi di Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (7/12).

Suhaendi menambahkan, secara kualitas, uang palsu yang berusaha dibuat mirip dengan uang emisi terbaru ini memiliki kualitas yang sebenarnya jauh dari aslinya. Masyarakat, lanjut dia, masih bisa melakukan pembuktian dengan menerapkan metode 3D, dilihat, diraba dan diterawang.

“Dari kualitas ini jauh dengan aslinya, sehingga masyarakat ini bisa membuktikan, masyarakat tenang saja, karena peredaran uang palsu dapat ditekan,” katanya menambahkan.

Para pelaku dikenai Pasal 36 ayat (I) ayat (2) ayat (3) pasal 37 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Ancaman hukuman maksimal 15 tahun. Para pelaku menurut Agung, sebelumnya telah terjerat dalam kasus yang sama. Oleh karena itu, polisi akan memaksimalkan pemberkasan.

“Kita berupaya proses persidangan kita maksimalkan karena melakukan hal serupa berulang kali, jadi kita usahakan pemberatan,” kata Agung. [YMA]