Catatan Cak AT:
Di tengah era digital yang penuh clickbait, pidato Ustadz Adi Hidayat (UAH) selengkapnya berikut ini tidak dibuat untuk menyenangkan algoritma, tapi untuk menggugah nurani. Pidato ini tidak dikemas dengan efek suara dramatis, tanpa bumbu jargon branding kelas sultan, dan tidak pula ditutup dengan ajakan berlangganan kanal YouTube.
Pidato ini disampaikan oleh Ustaz Adi Hidayat dalam sebuah momen penting: peluncuran Program Gerakan Indonesia Menanam (Gerina) pada Rabu, 23 April 2025, di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Acara ini bukan sekadar seremoni, tapi titik tolak untuk mengubah cara bangsa ini memandang ketahanan pangan.
Yang membuat suasana semakin bermakna: Presiden Prabowo Subianto hadir dan mengapresiasi kontribusi nyata para tokoh masyarakat. “Apa yang dirintis oleh Ustaz Adi Hidayat ini membahagiakan,” katanya. “Inovasi, improvisasi, riset, teknologi ini yang akan membawa Indonesia menjadi negara yang berhasil.”
Dalam peluncuran Gerina kali ini, diperkenalkan dua hasil riset penanaman tanaman pangan. Ada Si Opung atau solusi olah padi terapung yang memanfaatkan kolam air seperti di rawa-rawa yang luas di Sumsel. Lalu, Si Cepot sebagai solusi cepat panen via pot, dengan pupuk Pancasila, yang bermanfaat bagi ketahanan pangan keluarga.
Sengaja saya sajikan pidato UAH ini apa adanya, agar tiap jeda napas, tiap penekanan kalimat, dan tiap ungkapannya, bisa Anda rasakan sendiri. Karena kadang, di balik kalimat “tanam cabai dalam pot”, ada pesan “bangunlah kedaulatan pangan bangsa”. Dan di balik anjuran “menyatu rakyat dan pemerintah”, tersimpan harapan “jangan sampai negeri ini hanya jadi ladang investasi dan bukan ladang ketahanan.”
Jadi sebelum Anda menyimak isi pidato lengkap dari Ustaz Adi Hidayat —seorang dai yang kali ini berbicara bukan hanya soal akhirat, tapi juga soal logika bertahan hidup yang membumi dan masuk akal— pastikan Anda kosongkan dulu gelas prasangka bukan-bukan terhadap UAH yang mulai dekat dengan kekuasaan. Siapkan ruang hati untuk mencerna.
Karena pidato ini bukan sekadar kumpulan kalimat, tapi semacam vitamin yang bisa menguatkan tulang-belulang kebangsaan yang selama ini terlalu sering diremehkan. Bayangkan, hasil riset ulama dimotori UAH — bukan BRIN — langsung memberikan langkah nyata bagi ketahanan pangan.
Selamat menyimak.
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua.
Yang terhormat, yang kita banggakan, yang kita muliakan Presiden Republik Indonesia, Bapak H. Prabowo Subianto.
Saya mengajak kita semua untuk mendoakan, semoga beliau senantiasa diberikan kesehatan paripurna, kekuatan, dan kemampuan memimpin negeri kita ini menuju Indonesia Emas yang berkemajuan.
Yang terhormat, Bapak Koordinator Menteri Bidang Pangan Dr. Zulkifli Hasan.
Yang terhormat, Bapak Menteri Pertanian Dr. Andi Amran Sulaiman.
Yang terhormat, Bapak Menteri Desa dan Daerah Tertinggal Bapak Yandri Susanto.
Yang terhormat, Utusan Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Perbankan, Bapak Haji Setiawan Ikhlas.
Seluruh tamu undangan, para pejabat, dan para petani, Tim Gerina seluruh Indonesia.
Hari ini, insyaallah, akan menjadi hari bersejarah. Membuat narasi untuk menyatukan energi seluruh lapis-lapis anak Bumi Pertiwi menyongsong Indonesia Emas 2045.
Indonesia Emas tidak mungkin tercapai dengan gemilang, kecuali—di antaranya—kita memiliki ketahanan yang kuat, khususnya di bidang pangan. Dan ketahanan pangan tentu tidak akan bisa diwujudkan oleh presiden sendirian, pemerintah sendirian.
Kita butuh energi untuk menyatukan, butuh energi untuk berkolaborasi.
Sehingga bila program pemerintahnya kuat, rakyatnya punya semangat yang kuat, dengan itu, insyaallah, program ketahanan pangan ini akan mengalami akselerasi dan kemudahan yang kita dambakan.




