TVRI-RRI Akan Digabung Seperti NHK dan BBC

Ilustrasi/edisant.wordpress.com

Koran Sulindo – Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyambut positif wacana penggabungan antara Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI). Penggabungan itu masih menunggu naskah Rancangan Undang-Undang tentang Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) yang sudah beredar di badan legislasi DPR lebih 6 tahun terakhir. RUU ini sudah masuk Prolegnas sejak Mei tahun lalu.

“Kalau melihat perkembangan di dunia televisi dan radio ini kan digabung, seperti NHK, BBC,” kata Rudiantara, di Jakarta, Kamis.

Dalam RUU RTRI itu terdapat juga wacana menggabungkan Perum LKBN Antara dengan dua lembaga penyiaran publik tersebut.

Menurut Rudiantara, TVRI maupun RRI memiliki tugas menyebarkan informasi dan hiburan yang sehat ke masyarakat langsung. Keduanya juga memiliki infrastruktur yang menjangkau hingga ke masyarakat terpencil.

Misi penggabungan RRI-TVRI itu adalah sebagai lembaga penyiaran negara untuk mengimbangi siaran-siaran dari lembaga penyiaran asing dalam konteks menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Saat ini banyak siaran dari asing yang masuk ke Indonesia dan dinikmati masyarakat Indonesia langsung di rumah-rumah penduduk. Gencarnya siaran televisi asing ini akan mempengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku, masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda,” kata anggota Komisi I DPR RI, Arief Suditomo, dalam diskusi “Forum Legislasi: RUU RTRI” di Gedung DPR Jakarta, 31 Mei lalu.

Gabungan TVRI dan RRI itu disebut bukan untuk bersaing dengan stasiun televisi swasta, tapi dengan televisi asing yang melakukan penetrasi program dengan gencar ke Indonesia.

TVRI, RRI dan kantor berita Antara adalah “Raksasa Tidur” bagi pemerintah dalam bidang sarana komunikasi menunjang pembangunan segala aspek pemerintahan.

“Tiga kekuatan informatika itu belum bisa dimanfaatkan maksimal secara terintegrasi oleh pemerintah sebagai kekuatan penunjang pembangunan secara nasional bahkan internasional,” kata Nurjaman, mantan pimpinan redaksi berita SCTV, TV One, dan Indosiar dalam diskusi sama.

Kekuatan masing-masing dari RRI di bidang audio, Antara yang menguasai teks tulisan, dan TVRI di bidang audio-visual, dinilai aakan mampu menyaingi pengelola radio, online, dan televisi swasta. RRI-Antara-TVRI memiliki jaringan yang difasilitasi negara, sumber daya manusia yang melimpah, dan penggabungan keuangan negara yang besar.

Latar Belakang

Rancangan Undang-undang Radio Televisi Republik Indonesia ini adalah hak inisiatif Komisi I DPR, sebagai upaya memperkuat keberadaan lembaga penyiaran publik itu. Keberadaan lembaga penyiaran publik itu, khususnya RRI dan TVRI, sebelumnya hanya diatur dalam Undang Undang Penyiaran No 32 Tahun 2002.

Dalam UU itu, secara struktural ketatanegaraan keberadaan RRI dan TVRI tidak jelas. Istilah lembaga penyiaran publik (LPP) misalnya, tak dikenal dalam nomenklatur negara sehingga kucuran APBN untuk pendanaan bagi LPP pun tidak jelas. Konon pernah terjadi pembiayaan bagi RRI diturunkan dari mata anggaran bencana. Begitupula dengan masalah SDM. Pegawai RRI dan TVRI sempat menginduk pada kementerian keuangan, dan kemudian berada dalam Kementrian Kominfo mulai 2015.

Melalui penggabungan ini keberadaannya diperjelas sebagai lembaga di bawah badan negara, yakni Badan Penyiaran Publik (BPP). Soal SDM juga diperjelas, misalnya bagaimana ketua LPP dipilih, juga tentang komposisi karyawan (PNS dan non-PNS), termasuk jenjang karir mereka. Dengan kejelasan ini, RTRI kelak bisa diarahkan menjadi independen, netral, dan profesional.

Contoh dari luar negeri, di tengah kerasnya kompetisi media BBC dan NHK tetap mampu bersaing dengan media-media komersial. Kedua lembaga milik negara itu bisa melakukannya karena didukung SDM yang tangguh, dan isi siarannya tak tersandera kepentingan pasar. [kominfo.go.id/kpi.go.id/DS]