PADA suatu siang akhir Desember 2022. Ratusan korban investasi bodong Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya memadati salah satu ruang sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat. Wajah mereka menunjukkan harap-harap cemas menunggu kedatangan terdakwa yang tak lain adalah Henry Surya, bos dari KSP Indosurya.
Akan tetapi, setelah ditunggu-tunggu, wajah Henry Surya tak juga muncul. Rupanya majelis hakim menetapkan pemeriksaan terdakwa Henry Surya yang disebut merugikan korban KSP Indosurya sekitar Rp 106 triliun itu dilakukan secara daring. Korban pun merasa kecewa dengan keputusan majelis hakim.
Begitulah suasana yang dihadapi korban ketika menunggu kedatangan Henry Surya sekitar 2 pekan yang lalu. Terbaru, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut maksimal Henry Surya dengan hukuman penjara 20 tahun. Juga menetapkan denda senilai Rp 200 miliar subsider 1 tahun kurungan.
Seperti yang dijanjikan jaksa sebelumnya, JPU yang diwakili Syahnan Tanjung ketika membacakan tuntutan meminta aset Henry Surya dan Indosurya yang telah disita dikembalikan kepada korban.
“Menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan yang mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan, menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari pimpinan Bank Indonesia (BI),” kata Syahnan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Rabu (4/1) kemarin.
Apakah langkah yang ditempuh JPU itu sudah sejalan dengan harapan korban? Richard, perwakilan ratusan korban Indosurya dengan kerugian lebih dari Rp 300 miliar mengatakan, pihaknya berharap jaksa mengutamakan kepentingan dari korban. Dan, kepentingan itu terkait dengan pengembalian dana atau uang korban yang telah digelapkan KSP Indosurya.
“Kami kan mendengar jaksa telah menyita aset dari Indosurya yang jumlahnya juga mencapai triliunan rupiah. Nah, kami harap tuntutan jaksa nanti menyita aset itu untuk dikembalikan kepada korban,” tutur Richard dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.
Menurut Richard, harapan pengembalian dana yang menjadi harapan ratusan korban itu, barangkali juga mewakili ribuan anggota KSP Indosurya di seluruh Indonesia. Karena itu, korban sungguh menggantungkan nasibnya kepada jaksa dalam persidangan kasus penipuan dan penggelapan KSP Indosurya dengan terdakwa Henry Surya.
Bila nanti putusan pengembalian dana atau uang korban tidak terjadi, kata Richard, pihaknya juga masih berharap bahwa proses sebelumnya dari penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) bisa dilanjutkan. Karena itu tadi, harapan semua korban sebenarnya mengutamakan pengembalian dana.
“Kami tidak masalah ketika jaksa nanti menuntut hukuman rendah Henry Surya. Cuma bagi korban yang penting dana bisa kembali,” ujar Richard.
Di satu sisi, kata Richard, korban menilai jaksa sungguh-sungguh berupaya mengembalikan kerugian dari korban Indosurya. Soalnya, sepengetahuan korban, jaksa pun sudah menyita sekitar Rp 2,7 triliun aset Indosurya. Bahkan, terbaru jaksa mengajukan lagi penyitaan tambahan aset Indosurya kepada majelis hakim dan hanya dikabulkan sebagian seperti benda bergerak milik Indosurya.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana dalam keterangannya memastikan jaksa melindungi korban Indosurya yang mencapai sekitar 23 ribu orang dengan kerugian berdasarkan laporan hasil analisis PPATK mencapai Rp 106 triliun. Itu sebabnya, jaksa secara sungguh-sungguh menuntut Henry Surya dan berupaya mengembalikan kerugian korban lewat penyitaan aset-aset milik Indosurya.
“Intinya harapan kami sebagai korban adalah kerugian kami bisa dikembalikan. Kami percaya jaksa melakukan hal itu seperti dalam kasus robot trading Fahrenheit yang juga disidang di PN Jakarta Barat. Aset sitaannya dikembalikan kepada korban. Itulah harapan kami,” tutup Richard. [MAR]