Koran Suluh Indonesia edisi Mei 2021

Koran Sulindo – Selang 48 tahun dari 1972, menjelang jam 7 malam, api tampak membesar melahap sebuah gedung di pusat kota yang berjarak 12 kilometer dari Istana Negara. Asap hitam membumbung tinggi. Tidak lama kemudian puluhan mobil pemadam kebakaran segera merapat ke lokasi kejadian. Kebakaran ini tentu saja tidak terjadi di Amerika Serikat tapi di DKI Jakarta. Itulah kebakaran yang melahap habis gedung Kejaksaan Agung pada Sabtu, 22 Agustus 2020.

Kebakaran demikian dinilai sesuatu yang umum. Sebab, kebakaran kerap terjadi di berbagai wilayah di Jakarta. Akan tetapi, kebakaran tersebut menjadi serius dan penting diketahui karena gedung yang terbakar itu adalah Gedung Utama Kejaksaan Agung. Gedung tersebut termasuk kategori warisan budaya atau heritage. Kebakaran tersebut perlu diselidiki betul apakah itu sebagai musibah yang tidak disengaja atau ada sesuatu di baliknya. Karena bagaimanapun sebelum kebakaran itu terjadi, Kejaksaan diterpa isu skandal Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Joko Tjandra dan Andi Irfan yang disebut-sebut melibatkan pejabat tinggi di lembaga tersebut.

Secara terpisah, tiba-tiba telepon Tarno berdering. Jam menunjukkan ke arah 7 malam. Suara dari seberang telepon menyebutkan gedung Kejaksaan Agung di kawasan Blok M, Jakarta Selatan terbakar. Mendengar informasi itu, Tarno dan kawan-kawannya kaget.

Belum sempat menjawab apapun, suara dari seberang meminta Tarno dan kawan-kawannya untuk segera datang ke gedung Kejaksaan Agung. Mendengar permintaan itu, Tarno dan kawan-kawannya mengiyakannya. Mereka pun segera bergegas berangkat ke gedung Kejaksaan Agung.

Lalu siapa orang yang memberi kabar kebakaran gedung Kejaksaan Agung itu? Ia adalah Hendri Kiswoyo, karyawan pesuruh (office boy) Kejaksaan Agung. Sementara Tarno merupakan tukang yang sedang merenovasi lantai 6, ruangan Biro Kepegawaian pada Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan. Tarno tidak sendiri tapi bersama dengan Sahrul Karim, Karta dan Halim, semuanya tukang yang berada di bawah naungan CV Central Interior.

Sebelum kebakaran itu terjadi, pada siang harinya Tarno, Sahrul Karim, Karta dan Halim sedang bekerja merenovasi ruangan Biro Kepegawaian dan ruang kepala Biro Kepegawaian pada pada Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan, Kejaksaan Agung.

Di sana mereka bertemu dengan 2 tukang akuarium dan Hendri Kiswoyo. Tidak lama berselang juga ada Imam Sudrajat, tukang kertas dinding. Tarno dan kawan-kawannya mengerjakan pantry, bikin lemari, sekat dan memasang vinyl lantai.

Ketika bekerja, Tarno dan kawan-kawannya bekerja sambil merokok termasuk Imam Sudrajat. Mereka menghabiskan antara 4-5 batang rokok hingga pulang sekitar 16.30 WIB. Setelah itu mereka pulang dan tidak merokok lagi karena persediannya sudah habis. Dan gara-gara rokok itulah mereka tersangkut dalam kebakaran gedung Kejaksaan Agung.

Setelah bertelepon dengan Hendri, Tarno dan kawan-kawan pun segera bergegas ke kawasan Blok M. Setibanya di kantor Kejaksaan Agung, rupanya Tarno dan kawan-kawannya tidak bisa masuk karena dihalangi petugas kepolisian dan pemadam kebakaran. Tarno dan kawan-kawannya lalu menghubungi Hendri dan diminta menunggu saja. Hingga sekitar jam 24.00 WIB, tidak ada kabar dari Hendri. Mereka telepon lagi Hendri dan belakangan justru disuruh pulang untuk istirahat.

Setelah berbagai penyelidikan sekitar dua bulan kemudian, Kepolisian RI justru menetapkan Tarno dan kawan-kawannya bersama Imam Sudrajat serta Uti Abdul Munir yang merupakan mandor sekaligus pemilik CV Central Interior sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Penyebabnya kealpaan atau kelalaian yang menyebabkan kebakaran. Bukti kelalaian mereka itu antara lain puntung rokok yang dibuang di lantai 6 ruang Biro Kepegawaian pada Jaksa Agung Muda Pembinaan. Tentu ini mengejutkan bagi para tukang itu. Tetapi, benarkah kebakaran itu karena puntung rokok mereka? [KRG]