Ilustrasi/istimewa

Koran Sulindo – Belum lama ini, saya mengunjungi tiga kecamatan yang merupakan daerah binaan saya sejak tahun 2010 lalu. Mereka adalah akar rumput (die hard) PDI Perjuangan. Usaha mereka dalam Pemilihan Presiden 2014 lalu—walauwaktu itu saya tak bersinggungan langsung—tampaknyasangat maksimal. Sampai tahun lalu, mereka tetap pendukung utama pemerintah, dalam hal ini pendukung Presiden Jokowi.

Namun, dalam kunjungan saya itu, saya tak menyangka mereka mulai mengeluhkan kehidupan  ekonomi mereka yang mulai terasa berat. Mereka yang pedagang mengeluhkan omzet perdagangan mereka yang terus turun. Mereka yang pekerja mengeluhkan harga beras yang naik. Bahkan, kata mereka, menanak nasi dengan menggunakan gas juga terasa mulai berat.

Mereka menyatakan tetap setia kepada PDI Perjuangan. Tapi, mereka juga bertanya-tanya, di bawah pemerintahan yang dipimpin kader PDI Perjuangan kok hidup malah terasa berat. Sebagai kader PDI Perjuangan, mereka mengaku ikut menanggung malu karena partai mereka adalah partai utama pendukung pemerintah dan Presiden Republik Indonesia berasal dari PDI Perjuangan.

Saya mengatakan kepada mereka bahwa pemerintah sedang berjuang keras untuk mengatasi masalah ini. PDI Perjuangan memang kalah dari partai politik lain yang sudah lama orang-orangnya berkecimpung di pemerintahan. Kader-kader PDI Perjuangan kurang mengetahui trik-trik pedagang dan bagaimana cara mengatasinya.

Saya sendiri mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam kasus harga beras mahal dan akhirnya diikuti kebijakan pemerintah untuk mengimpor beras tersebut. Saya mengecek data dan lapangan. Ternyata harga gabah di tingkat petani memang naik.

Kalau dulu Badan Urusan Logistik (Bulog) menentukan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp 3.700, kini harga di tingkat petani sudah naik. Sesuai kenaikan biaya produksi, harga pupuk, dan lain-lain, harga di tingkat petani naik menjadi sekitar Rp 4.200, sementara HPP Bulog sesuai dengan ketetapan melalui instruksi presiden masih pada harga Rp 3.700. Tentunya ini merupakan bencana bagi petani.

Hal-hal seperti inilah, salah satunya, yang membuat Bulog gagal menyimpan persediaan beras yang cukup, sehingga juga gagal menjadi penyangga stok (buffer stock). Bulog kini kekurangan stok beras di gudang-gudangnya.

Saya mengetahui Bulog sudah bekerja keras dan sulit untuk disalahkan. Tugas Bulog: menstabilkan harga bahan pangan di pasaran sekaligus melakukan penyerapan hasil panen petani. Artinya, ketika hasil panen petani berlebih, Bulog-lah yang akan menyerap hasil panen tersebut dengan ketetapan HPP. Namun, tatkala hasil panen petani berkurang, Bulog jugalah yang akan mendistribusikan beras ke pasaran sehingga stok beras di pasaran tidak kurang dan masyarakat tetap dapat membeli beras dengan harga yang tidak terlalu tinggi.

Namun, semua itu belum bisa dilakukan oleh Bulog secara maksimal. Dengan batasan HPP yang ditetapkan pemerintah, ketika hasil panen petani melimpah, Bulog tidak bisa menyerap hasil petani secara maksimal. HPP beras Bulog ke petani lebih rendah dibanding harga pembelian yang ditawarkan pihak swasta. Sudah pasti petani akan lebih memilih menjual berasnya ke swasta.

Akibatnya, ketika musim paceklik dan beras di pasaran berkurang, Bulog tidak memiliki stok beras yang banyak untuk didistribusikan ke pasaran. Pada akhirnya, harga beras di pasaran juga melambung tinggi. Pada awal tahun 2018 ini saja, Bulog hanya memiliki stok beras 1 juta ton.

Apakah harga dari petani itu mahal? Saya melihat kehidupan petani masih tak jauh berubah dari tahun-tahun lalu. Tapi, biaya produksi petani naik daripada yang dulu-dulu, sehingga mereka mau tak mau harus menaikkan harga jualnya. Dan saya kira mereka terpaksa menaikkan harga untuk mengikuti kenaikan biaya produksi.

Menurut saya, yang paling penting adalah Kementerian Pertanian memiliki data beras yang akurat dan berkesinambungan.

Kita mengetahui impor beras menguntungkan cukong-cukong di belakangnya. Saya tidak tahu bagaimana menghentikan praktik seperti ini. Barangkali harus dikenakan pajak impor; laba para pengimpor beras harus dibatasi, tidak boleh sebebasnya, dan; yang jelas, harga beras impor itu harus lebih mahal daripada harga petani.

Untuk petugas partai yang sekarang menjadi Presiden Republik Indonesia, saya ingin mengingatkan, tinggal sekitar setahun lagi menjadi presiden. Selesaikan masalah beras ini dengan tuntas. Jangan berpikir Pemilihan Presiden 2019 dulu. Yang penting, rakyat sejahtera dulu. Percuma kita membangun jalan raya baru ribuan kilometer jika rakyat lapar. [Emir Moeis]