Donald Trump/Reuters

Koran Sulindo – “Briefing intelijen mengenai ‘peretasan Rusia’ ditunda sampai Jumat, mungkin dibutuhkan banyak waktu untuk menciptakan satu kasus. Sangat aneh!” kata Trump melalui akun Twitter pribadinya, Selasa (3/1). Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyiratkan kecurigaan karena badan intelijen negaranya menunda sesi pengarahan atau briefing mengenai peretasan yang dilakukan Rusia.

Hingga saat ini, belum jelas jadwal awal dari sesi pemaparan ini. Gedung Putih juga belum dapat dihubungi oleh Reuters untuk dimintai klarifikasi lebih lanjut. Munculnya isu mengenai peretasan Rusia ini mulai mencuat setelah Badan Investigasi Federal AS (FBI) merilis laporan penyelidikan terbaru yang menunjukkan, Rusia melakukan peretasan guna mengintervensi pemilihan umum untuk membantu kemenangan Trump.

Sebelumnya pihak Biro Investigasi Federal (FBI) merilis laporan investigasi terbaru akan dugaan intervensi Rusia dalam pemilu Amerika Serikat November lalu. Badan intel ini bahkan mengakui, miliki bukti sampel kode komputer berbahaya yang digunakan dalam peretasan besar-besaran oleh Moskow.

Pihak FBI sendiri merilis laporan setebal 13 halaman yang mengungkapkan, badan intelijen Rusia, FSB, mengirimkan tautan surat elektronik berbahaya selama pertengahan 2015 lalu kepada lebih dari 1.000 penerima termasuk pemerintah AS. Komite Nasional Partai Demokrat (DNC) menjadi salah satu dari sejumlah entitas lain yang menerima tautan surel itu.

FBI mengatakan, para hacker memperoleh akses masuk untuk mencuri sejumlah informasi sensitif, termasuk surel internal “yang mengarah pada pencurian informasi dari sejumlah pejabat senior partai.”

Melansir Reuters, laporan ini menguatkan temuan sebelumnya yang dilakukan oleh perusahaan siber swasta CrowdStrike terkait sistem internal DNC yang sempat diretas. Temuan ini juga menjadi dasar penyelidikan lembaga intelijen Amerika selama ini.

Hanya saja, seorang sumber mengatakan sebagian besar informasi yang dirilis dalam laporan tersebut bukan lah hal baru. FBI sulit menjelaskan keseluruhan hasil penyelidikan lantaran menjaga kerahasiaan sumber intelijen.

Jaringan surel internal partai Demokrat sempat diretas saat masa kampanye pemilu berlangsung. Hal ini cukup membuat mantan capres Demokrat, Hillary Clinton, kelimpungan mempertahankan kredibilitasnya semasa kampanye. Isu peretasan dan intervensi Rusia kian mencuat khususnya usai kekalahan Clinton dari Donald Trump.

Obama pun memutuskan untuk menjatuhkan sejumlah sanksi diplomatik dan ekonomi terhadap Rusia. Salah satu sanksi yang mendapat sorotan luas adalah pengusiran 35 diplomat Rusia dari AS.

Awalnya, Rusia dilaporkan akan membalas dendam dengan mengusir diplomat AS dari Moskow. Namun kemudian, pemerintah Rusia urung melakukan rencana itu. Trump sendiri mengapresiasi keputusan Rusia ini.

Trump sendiri mengatakan, ia “mengetahui beberapa hal yang tidak diketahui oleh orang lain” mengenai peretasan itu. Menurutnya, sangat sulit untuk menentukan dalang di balik peretasan tersebut.

“Ini sangat penting. Jika kalian memiliki informasi yang sangat penting, maka antarkan dengan kurir dengan cara lama. Tak ada komputer yang aman. Saya tidak peduli apa kata orang,” katanya. [CNN/NOR]