Memberikan mawar di Hari Valentine merupakan salah satu tradisi yang dilakukan di banyak negara. Tindakan ini menyimbolkan cinta romantis yang mendalam.
Tradisi ini ternyata memiliki sejarah panjang. Selama Abad Pertengahan, bunga mawar melambangkan cinta dan gairah. Para ksatria memberikan mawar merah kepada wanita mereka. Bunga ini juga sering digunakan dalam puisi untuk menggambarkan kecantikan seorang wanita.
Melansir dari Bloom College, pemberian mawar terkait dengan aturan sosial yang ketat dan penekanan pada etiket selama Era Victoria. Mawar merah khususnya sering diberikan sebagai tanda cinta dan komitmen dalam hubungan, atau sebagai cara untuk mengekspresikan emosi yang kuat seperti hasrat dan kecemburuan.
Selain itu, mawar dipandang sebagai simbol kehalusan dan sering digunakan dalam literatur dan puisi sebagai metafora untuk keindahan dan kepolosan. Ini kemudian berkembang menjadi Bahasa Bunga atau floriografi.
Orang yang mempopulerkan konsep pemberian bunga dengan makna tertentu adalah Lady Mary Wortley Montagu, seorang penulis yang brilian dan serba bisa sekaligus istri duta besar Inggris untuk Turki pada abad ke-18.
Sebuah Kesalahpahaman
Melansir dari Time, Lady Montagu terpesona oleh tradisi Turki yang disebut sélam, di mana perempuan saling mengirim pesan dengan bertukar bunga atau benda yang berirama dengan kata lain.
Praktik ini populer karena pada abad ke-18 dan ke-19, perempuan dilarang mengekspresikan diri secara kreatif, termasuk di Turki. Namun, segala hal yang berhubungan dengan bunga dianggap feminin dan dapat diterima secara sosial.
Lady Montagu menggambarkan tradisi Turki ini sebagai cara untuk mengirimkan pesan rahasia atau surat cinta rahasia. Dia juga mengira bunga-bunga yang diberikan mengandung makna rahasia tertentu.
Dalam sebuah surat untuk seseorang bernama Lady Rich pada tahun 1717, dia memberikan sejumlah contoh. Di bawah ini adalah beberapa yang dia tulis, seperti dikutip dari The Letters and Works of Lady Mary Wortley Montagu.
Ingi, “Sensin Guzelerin gingi”
Mutiara, “Yang tercantik di antara yang muda”
Caremfil, “Caremfilsen cararen yok”
Cengkeh, “Conge gulsum timarin yok”
“Benseny chok than severim”
“Senin benden, haberin yok”
“Kau ramping seperti bunga cengkeh!”
“Kau bunga mawar yang belum mekar!”
“Aku telah lama mencintaimu, dan kau belum menyadarinya!”
Pul, “Derdime, dermim bul”
Bunga jonquil, “Kasihanilah hasratku!”
Kihat, “Birlerum sahat sahat”
Kertas, “Saya pingsan setiap jam!”
Ermus, “Ver bixe bir umut”
Pir, “Beri aku sedikit harapan”
Jabun, “Derdinden oldum zabun”
Sabun, “Aku sakit karena cinta”
Chemur, “Ben oliyim size umur ”
Arang, “Semoga aku mati, dan semua tahunku menjadi milikmu!”
Gul, “Ben aglarum sen gul”
Mawar, “Semoga kamu senang, dan semoga kesedihanmu juga menjadi kesedihanku!”
Hasir, “Oliim sana yazir”
Jerami, “Biarkan aku menjadi budakmu”
Jo ho, “Ustune bulunmaz pahu”
Kain, “Hargamu tidak dapat ditemukan”
Tartsin, “Sen ghel ben chekeim senin hartsin”
Kayu manis, “Tapi keberuntunganku adalah milikmu”
Giro, “Esking-ilen oldum ghira”
Korek api, “Aku terbakar, aku terbakar! Api membakarku”
Sirma, “Uzunu bender a yirma”
Benang emas, “Janganlah engkau memalingkan wajahmu dari padaku”
Satch, “Bazmazum tatch”
Rambut, “Ubun-ubun kepalaku!”
Uzum, “Benim iki Guzum”
Anggur, “Kedua mataku”
Til, “Ulugorum tez ghel”
Kawat emas, “Aku mati—cepatlah datang”
Di bawah contoh-contoh itu, Lady Montagu menuliskan persepsinya terhadap tradisi ini: “Anda lihat surat ini seluruhnya berbentuk syair, dan saya dapat meyakinkan Anda bahwa pilihannya menunjukkan banyak sekali imajinasi, seperti juga ungkapan-ungkapan paling rinci dalam surat-surat kita; saya yakin, ada sejuta syair yang dirancang untuk penggunaan ini.
Tak ada warna, tak ada bunga, tak ada rumput liar, tak ada buah, herba, kerikil, atau bulu yang tak memiliki syair yang terkait dengannya: dan Anda dapat bertengkar, mencela, atau mengirim surat penuh hasrat, persahabatan, atau kesantunan, atau bahkan berita, tanpa pernah menorehkan tinta di jari Anda.”
Meskipun Lady Montagu salah paham, konsep tentang bunga yang dibuatnya menyebar luas. Tak lama setelah dia meninggal pada tahun 1762, banyak suratnya diterbitkan. Surat-surat inilah yang dianggap memicu kegilaan orang-orang Era Victoria terhadap Bahasa Bunga.
Satu abad kemudian, Langage des fleurs, diterbitkan di Prancis pada 1819. Ini adalah kamus untuk bahasa bunga karya Charlotte de Latour. Sembilan edisi terjemahan bahasa Inggris buku tersebut mendefinisikan setiap bunga secara alfabetis. Dalam satu bab, mawar didefinisikan sebagai makna cinta dan diromantisasi.
Selanjutnya sepanjang abad ke-19, buku-buku tentang Bahasa Bunga beredar di seluruh Inggris. Dan pada akhirnya memberikan bunga, khususnya mawar, pada Hari Valentine menjadi tradisi romantis yang masih berlaku hingga saat ini. [BP]