Topeng Malangan
Topeng Malangan (foto: reddoorz,com)

TOPENG adalah salah satu bentuk karya seni. Tidak hanya karena keindahan estetis yang dimilikinya, tetapi sisi misteri yang tersimpan pada raut wajah sebuah topeng tetap mampu memancarkan kekuatan magis.

Penggunaan topeng dalam ritual atau upacara adalah praktik manusia yang sangat kuno di seluruh dunia, meskipun topeng juga dapat dipakai untuk perlindungan, berburu, olahraga, pesta, atau perang atau semata-mata hanya sebagai hiasan. Beberapa topeng seremonial atau dekoratif memang tidak dirancang untuk dikenakan. Meskipun penggunaan topeng dalam kaitan ritual agama telah berkurang, topeng kadang-kadang masih digunakan dalam terapi drama atau psikoterapi.

Topeng di Indonesia sudah ada sejak zaman prasejarah. Secara luas digunakan dalam tarian yang menjadi bagian dari upacara adat atau penceritaan kembali cerita-cerita kuno dari para leluhur. Diyakini bahwa topeng berkaitan erat dengan roh-roh leluhur yang dianggap sebagai interpretasi dewa-dewa. Pada beberapa suku, topeng masih menghiasi berbagai kegiatan seni dan adat sehari-hari.

Sedangkan tari topeng atau suatu bentuk tari yang menggunakan topeng sudah ada sebelum pengaruh Hindu-Budha. Diyakini bahwa penggunaan topeng terkait dengan pemujaan leluhur, yang menganggap penari sebagai penafsir para dewa. Suku asli Indonesia seperti Dayak memiliki tari topeng Hudoq yang mewakili roh alam. Di Jawa dan Bali, tari topeng biasanya disebut topeng dan menunjukkan pengaruh Hindu karena sering menampilkan epos seperti Ramayana dan Mahabharata. Kisah asli Panji juga populer dalam tari topeng. Gaya tari topeng di Indonesia pada kenyataannya tersebar luas, seperti topeng Malang, Cirebon, Betawi, Bali, Yogyakarta, dan Solo. Namun dua wilayah yang mempunyai karakter dan sejarah topeng terkuat adalah Malang dan Cirebon.

Topeng Malangan

Sejarah munculnya topeng di Kedungmonggo, Kabupaten Malang, Jawa Timur adalah sebagai salah satu dusun penghasil topeng Malang sejak zaman penjajahan Belanda.

Topeng Malangan bahkan diyakini berasal dari kerajaan Kediri pada zaman kepemimpinan Prabu Airlangga. Menurut penuturan Mbah Karimoen, seniman senior kota Malang, sejarah tari topeng ini sudah berkembang pada masa kerajaan Kanjuruhan.

Sumber lainnya menyebutkan sejarah tari topeng Malangan mendapat pengaruh dari kebudayaan India. Hal ini karena sejarah kerajaan Kanjuruhan menyebutkan, saat itu kerajaan didominasi kebudayaan dan sastra dari negeri India. Asimilasi budaya India memiliki pengaruh kuat dalam perdagangan di kerajaan tersebut, melalui para saudagar asal India.

Cerita yang dikisahkan dalam tari topeng adalah kisah yang sering dipentaskan di India, seperti kisah Ramayana dan Mahabarata. Hal yang membuat sandiwara topeng ini sakral adalah dipadukannya nilai seni, budaya dan religi.

Saat pemerintahan kerajaan Kanjuruhan berganti dari Raja Gajayana ke Raja Airlangga, kesenian topeng berubah menjadi kebudayaan biasa. Pertunjukan menggunakan topeng pun berubah, dari awalnya seni drama menjadi seni tari.

Tari Topeng Malangan diciptakan oleh Airlangga, putra Darmawangsa Beguh yang berasal dari Kerajaan Kediri. Kesenian tari ini terus berkembang hingga ke Kerajaan Singosari yang saat itu dipimpin oleh Ken Arok. Ia menggunakan tarian ini sebagai upacara adat. Cerita yang dibawakan diambil dari kisah Ramayana, Mahabharata serta Kisah Panji. Selain digunakan dalam upacara adat, Tari Topeng Malangan juga sering dibawakan saat upacara penghormatan tamu penting pada acara resmi pemerintahan. Hingga kini, Tari Topeng Malangan masih terus diadakan di Malang, Jawa Timur.

Dusun Kedungmonggo yang terletak di Desa Karangpandan, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang yang terletak  10 kilometer di sebelah selatan Kota Malang, merupakan satu dari daerah pertumbuhan topeng Malang yang tergolong tua dan kuno di Kabupaten Malang. Hingga saat ini sudah mencapai generasi kelima. Di dusun inilah, terdapat sanggar seni Asmorobangun yang didirikan oleh maestro topeng Malangan, Karimoen.

Topeng Malangan memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri khas terletak pada pemaknaan bentuk hidung, mata, bibir, warna topeng dan ukirannya. Untuk warna, topeng malang memiliki 5 warna dasar, yaitu merah, putih, hijau, kuning dan hitam. Dimana masing masing warna berfungsi sebagai simbol dari karakter topeng atau tokoh yang diperankannya. Ukiran atau ragam hias pada topeng Malang, biasanya berupa urna di bagian kening. Melati, kantil, teratai jamang, pada bagian dahi dan irah-irahan atau tutup kepala yang mewakili sifat kebangsawanan.

Jika dahulu topeng terbuat dari batu bahkan emas dan logam lain, saat ini bahan dasar dalam pembuatan topeng adalah kayu. Kayu yang dipilih berasal dari pohon dengan spesifikasi khusus.

Dalam proses penciptaan topeng Malangan, pembuatnya tidak menciptakan sendiri wajah atau bentuk topeng, melainkan meniru atau mencontoh bentuk topeng yang sudah ada. Para pengukir topeng Malangan pada umumnya adalah seniman yang memiliki kepiawaian tidak hanya sebagai pengukir topeng saja melainkan juga penari topeng, bahkan ada juga sebagai dalang. Kemampuan membuat topeng Malangan biasanya didapatkan secara turun-temurun.

Topeng Cirebon

Topeng Cirebon adalah topeng yang terbuat dari kayu yang cukup lunak dan mudah dibentuk namun tetap dibutuhkan ketekunan, ketelitian yang tepat, serta membutuhkan waktu yang tidak sebentar dalam proses pembuatannya.

Menurut sejarahnya, kesenian ini berasal dari Jawa Timur, yang tersebar ke Cirebon pada masa pemerintahan kerajaan Jenggala (abad 10-11 Masehi). Ketika itu, berkembang tari topeng Panji Malangan.

Pada masa kekuasaan Sunan Gunung Jati di Kesultanan Cirebon kesenian topeng dikaitkan dengan dakwah Islam, Sunan Jati melakukan pendekatan-pendekatan yang persuasif dengan masyarakat, salah satunya adalah dengan kesenian Topeng Cirebon.

Pada masa yang sama, Sunan Kalijaga juga membantu penyebaran dakwah Islam dengan menggunakan kesenian topeng Cirebon, menurut budayawan Cirebon Toto Suanda, Sunan Kallijaga mengajarkan kepada murid-muridnya yaitu Pangeran Bagusan, Ki buyut Trusmi dari  desa Trusmi, kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon dan Pangeran Losari tentang kesenian topeng Cirebon. Dari merekalah kemudian kesenian topeng Cirebon menyebar ke wilayah Indramayu, Majalengka, Subang dan wilayah-wilayah lainnya yang kemudian berkembang menjadi pelengkap penampilan dari gaya-gaya Tari Topeng Cirebon.

Disebut tari topeng karena penarinya menggunakan topeng di saat menari. Pada pementasan tari Topeng Cirebon, penarinya disebut sebagai dalang, dikarenakan mereka memainkan karakter topeng-topeng tersebut.

Pewarisan keahlian pembuatan topeng Cirebon biasanya dilakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi yang sudah berjalan selama ratusan tahun dan ada pula proses pewarisan keahlian yang dilakukan dengan cara pembelajaran dari guru ke muridnya. [S21]