Ilustrasi/Reuters-Beawiharta

Koran Sulindo – Kapuspen TNI Mayjen TNI Wuryanto mengatakan berita yang dimuat di media online tirto.id, “Investigasi Allan Nairn : Ahok Hanyalah Dalih Untuk Makar” adalah hoak dan  tidak sesuai dengan fakta. Tulisan itu dimuat di tirto.id pada Rabu (21/4).

“Dari pemberitaan tersebut, Mabes TNI akan mengambil langkah hukum dengan membuat laporan kepada Kepolisian RI agar diusut dan diproses sesuai hukum yang berlaku,” kata Wuryanto, di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (21/4), seperti dikutip tni.mil.id.

Menurut Wuryanto, penulis dan tirto.id seharusnya mengkonfirmasi dulu ke TNI sebelum menerbitkannya.

Alllan Nairn adalah wartawan investigasi dan aktivis asal Amerika Serikat yang menuliskan di biodatanya berdomisili di Indonesia. Pada 22 Juni 2014, Nairn menuliskan wawancaranya dengan Prabowo Subianto, yang waktu itu sedang bersiap bertarung di Pemilihan Presiden. Dalam allannairn.org, ia menulis Prabowo tidak masalah disebut diktator fasis.

Investigasi Nairn

Dalam tulisan Nairn yang diterjemahkan tirto.id dari theintercept.com itu, disebutkan orang Indonesia yang mempunyai hubungan dengan Donald Trump bergabung bersama para tentara dan preman jalanan yang terindikasi berhubungan dengan ISIS dalam kampanye yang tujuan akhirnya menjatuhkan Presiden Joko Widodo. Aksi  itu diorkestrasi dari belakang layar oleh beberapa jenderal aktif dan pensiunan.

Pendukung utama gerakan makar ini termasuk Fadli Zon, Wakil Ketua DPR-RI dan salah satu penyokong politik Donald Trump; dan Hary Tanoesoedibjo, rekan bisnis Trump yang membangun dua Trump Resort, satu di Bali dan satu di dekat Jakarta (di Lido, Jawa Barat).

Namun, sebenarnya, Nairn ditolak ketika meminta wawancara untuk konfirmasi. Bahan utama tulisan Nairn adalah dokumen Badan Keamanan Nasional AS (NSA) yang dibocorkan Edward Snowden. NSA dan Gedung Putih tak mau diwawancarai. Juga mayoritas orang yang namanya disebut dalam laporan itu kecuali Jenderal (Purn) Kivlan Zen (yang kini sedang menghadapi pengadilan dengan tuduhan makar), namun dengan banyak off the record.  Kivlan adalah kepala tim kampanye Prabowo dalam pemilu 2014, dan bekas anak buahnya sewaktu masih di Kopassus TNI Angkatan Darat.

Praktis tulisan Nairn hanya berdasar bocoran Snowden (yang bisa diakses publik) dan wawancara dengan sumber yang tak mau disebutkan namanya. Namun dokumen uatama adalah 5 laporan internal intelijen Indonesia. Laporan-laporan itu disusun oleh tiga agen pemerintah Indonesia, yang  seluruhnya dikonfirmasi oleh sedikitnya dua tokoh militer, intelijen, atau staf istana.

“Banyak sumber dari dua belah pihak yang berbicara tanpa mau disebutkan namanya. Dua dari mereka mengungkapkan kekhawatiran atas keselamatan mereka,” tulis Nairn.

Menurut Nairn, protes besar-besaran muncul menjelang Pilgub DKI Jakarta 2017 yang menuntut petahana Gubernur Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama dipenjara atas tuduhan penistaan agama, mempunyai pendanaan yang baik dan terorganisir. Unjuk rasa itu berhasil mengumpulkan ratusan ribu di jalanan Jakarta, terutama dalam aksi 411 pada 4 November 2016 dan aksi 212 pada 12 Desember 2016.

“Kasus penistaan agama ini hanya dalih untuk tujuan yang lebih besar: menyingkirkan Joko Widodo dan mencegah tentara diadili atas peristiwa pembantaian sipil 1965—pembunuhan massal oleh militer Indonesia dan didukung pemerintah AS.”

Aktor utama yang berperan sebagai penyuara dan pendesak adalah Front Pembela Islam (FPI), yang diketuai Rizieq Shihab. Bersama Rizieq, dalam rantai komando, ada juru bicara dan Ketua Bidang Keorganisasian FPI, Munarman dan Fadli Zon.

Salah satu laporan intelijen menyatakan gerakan ini sebagian didanai Tommy Soeharto—anak diktator Soeharto—yang pernah masuk bui gara-gara menembak mati hakim yang memvonisnya bersalah.

Sumbangan finansial Tommy itu juga diakui Kivlan.

Laporan intelijen lain menyatakan sebagian dana berasal dari Hary Tanoe, miliuner rekanan bisnis Donald Trump.

Laporan intelijen ketiga menyatakan sebagian dana gerakan FPI berasal dari mantan presiden dan Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

“Informasi yang membikin jengkel Presiden Jokowi ini terbongkar kepada khalayak dan kemudian ditanggapi SBY dalam mode marah. SBY langsung menyatakan itu dusta belaka dan pemerintah telah menjahatinya dengan cara menyadap teleponnya.”

Laksamana (Purn) Soleman B. Ponto, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) dan penasihat aktif Badan Intelijen Negara (BIN) ditulis mengatakan para pendukung gerakan makar di kalangan militer menganggap Ahok cuma pintu masuk, gula-gula rasa agama buat menarik massa.

“Sasaran mereka yang sebenarnya adalah Jokowi,” kata Soleman.

Caranya bukan serangan langsung militer ke Istana Negara, melainkan “kudeta lewat hukum”, mirip-mirip kebangkitan rakyat yang menggulingkan Soeharto pada 1998.

“Hanya kali ini publik tidak berada di pihak pemberontak—dan tentara nasional Indonesia, bukannya melindungi Presiden, lebih senang ikut menggerogotinya.”

Pola 1965

Ihwal pembantaian 1965,  muncul dalam perbincangan Nairn dengan Kivlan Zen. Kivlan mengatakan jika Jokowi menolak tunduk pada keinginan tentara, taktik serupa 1965 bisa dikerahkan lagi.

Kivlan ditulis mengatakan gerakan jalanan yang didukung tentara dan krisis saat ini buntut dari Simposium 1965, yang meminta pengadilan terbuka peristiwa pembantaian raksasa yang mengikuti ‘kudeta gagal’ 1 Oktober 1965.

Bagi sebagian besar tentara, simposium itu adalah kekurangajaran yang tak bisa diterima dan dengan sendirinya menjustifikasi gerakan kudeta.

“Kalau bukan karena Simposium itu, gerakan seperti sekarang ini tidak akan ada. Sekarang komunis sedang bangkit lagi. Mereka ingin mendirikan partai komunis baru. Para korban ’65, mereka semua menyalahkan kami…. Mungkin kita akan lawan mereka lagi, seperti tahun ’65,” kata Kivlan.

Kivlan berbicara secara on-the-record dan off-the-record.

Nairn bertanya soal penggulingan Jokowi dan mengambil tindakan seperti pada tahun ’65 pada Kivlan:
Apakah Jenderal Gatot—Panglima TNI saat ini—setuju?

“Dia setuju!”

Tapi Kivlan menambahkan, sebagai perwira yang masih aktif, Gatot harus “sangat berhati-hati” mengambil sikap di depan publik.

Pernyataan on-the-record Jenderal Kivlan tentang peran Gatot konsisten dengan jenderal-jenderal lain dan para penggerak kudeta, serta dengan pernyataan yang diduga bersumber dari Presiden Jokowi sendiri. Saya pun bertanya kepada seorang pejabat yang memiliki akses rutin ke presiden tentang klaim yang dilontarkan Jokowi, “Apakah Gatot merupakan faktor utama dalam kudeta tersebut?” Pejabat itu menjawab, ya, presiden mengatakan itu, dalam pertemuan tertutup. Gatot tidak merespons permintaan tanggapan untuk artikel Nairn ini. [DAS]