Ilustrasi nuklir [Istimewa]

Koran Sulindo – Amerika Serikat (AS) dan Rusia dinilai penting untuk terus meningkatkan dialog mengenai perjanjian pengendalian senjata nuklir. Terlebih AS berencana menarik diri dari Pakta Pengendalian Senjata Nuklir apabila Rusia dalam waktu 6 bulan tidak patuh dan tidak mau diverifikasi soal senjata nuklirnya.

Kementerian Luar Negeri Tiongkok seperti dilaporkan Channel News Asia pada Sabtu (2/2) menyebutkan, perjanjian bilateral penting untuk mengendalikan dan menghapus persenjataan nuklir. Karena itu, Pakta Pengendalian Senjata Nuklir menjadi punya arti penting untuk menjaga hubungan negara-negara kekuatan besar.

Alasan AS akan menarik diri dari Pakta Pengendalian Senjata Nuklir karena menduga rudal jelajah Rusia Novator 9M729 yang baru melanggar perjanjian pakta tersebut. Meruju kepada pakta tersebut, melarang rudal balistik dan jelajah peluncur darat dengan jangkauan 500 hingga 5.500 kilometer. Itu sebabnya, AS ingin Rusia patuh dan mau diverifikasi soal rudalnya itu.

“Memperkuat perdamaian internasional dan regional, menjaga keseimbangan dan stabilitas strategis global,” demikian keterangan resmi Kementerian Luar Negeri Tiongkok.

Tiongkok mengecam tindakan AS yang ingin menarik diri dari Pakta Pengendalian Senjata Nuklir. Oleh karena itu, AS dan Rusia segera mengadakan dialog yang membangun karena penarikan diri dari pakta justru akan memicu konsekuensi negatif.

Pakta Pengendalian Senjata Nuklir akan berakhir pada awal 2021 walau bisa diperpanjang selama 5 tahun jika AS dan Rusia setuju dengan itu. Akan tetapi, Rusia baru-baru ini menuding pihak AS mencari-cari alasan untuk mengakhiri pakta tersebut sehingga memungkin AS menciptakan senjata nuklir baru.

Soal pakta itu, pemerintah Tiongkok tetap berkeras untuk mempertahankan perjanjian yang tanpa harus membuat perjanjian yang baru. Apalagi persoalan nuklir ini kompleks sehingga perlu untuk mempertahankan serta melaksanakan yang lama. [KRG]