Koran Sulindo – Tiongkok merasa perlu menjelaskan tentang tuduhan bahwa utang yang diberikan pemerintahnya kepada negara-negara yang membutuhkan sebagai jebakan utang. Belt and Road initiative (BRI) disebut justru memberi manfaat kepada negara-negara berkembang karena mempercepat pembangunan di negara-negara tersebut.
Oleh karena itu, kata Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi, pihaknya membantah atau menolak kalau BRI disebut sebagai alat perangkap utang atau alat untuk memperluas Tiongkok secara geopolitik. Pernyataan ini disampaikan Wang Yi sebagai tanggapan atas pandangan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad yang mengingatkan Filipina agar tidak berutang kepada Tiongkok.
Seperti dilaporkan Straits Times pada Jumat (8/3), Wang Yi menunjukkan manfaat BRI dengan berkembangnya pembangunan infrastruktur di Afrika Timur. Semisal, pembangunan jalan tol pertama. Lalu, pembangunan terowongan kereta api melalui pegunungan Kazakhstan dan pembangunan jalur kereta api cepat di Asia Tenggara.
Dengan fakta ini, kat Wang Yi, agaknya sulit membuktikan BRI sebagai alat perangkap utang untuk negara-negara berkembang. Bahkan sebaliknya, ia menjadi bermanfaat bagi penduduk negara-negara berkembang. Ini demi pembangunan secara bersama.
Mahathir yang sedang berkunjung ke Filipina pada Kamis (7/3) mengatakan, pemerintah negara ini mesti berhati-hati menggunakan utang dari Tiongkok untuk membangun infrastrukturnya. Karena jika pemerintah Filipina tidak bisa mengembalikan utang tersebut, maka Tiongkok akan mengontrol negara tersebut.
BRI diusulkan sejak 6 tahun lalu. Sekitar 123 negara dan 29 organisasi siap bekerja sama. Itu disebut Wang Yi sebagai bentuk kepercayaan atas strategi pembangunan yang dirancang Tiongkok. BRI bertujuan untuk menyatukan Tiongkok ke Eropa, Afrika dan bagian Asia lainnya. Itu sebabnya, lewat BRI akan dibangun jaringan pelabuhan, jalan, jalur kereta dan pusat industri untuk menghidupkan jalur perdagangan darat kuno.
Akan tetapi, sebagian negara menyimpulkan BRI adalah alat untuk menjebak negara-negara berkembang karena utang. Mereka akan dikontrol Tiongkok karena tidak mampu membayar utang mereka kepada Tiongkok.
Sri Lanka bisa dikatakan sebagai salah satu contoh dari jebakan utang itu. Negara tersebut membangun pelabuhan yang sumber dananya berasal dari Tiongkok pada 2008. Namun, karena tidak mampu membayar utang, maka semua kontrol pelabuhan itu berada di bawah Tiongkok lewat perusahaan-perusahaannya dengan masa waktu 99 tahun. [KRG]