Indonesia memiliki bermacam budaya yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dengan berbagai macam suku, beragam kebiasaan dan budaya tentunya menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang ingin mengetahui keunikan Indonesia. Budaya masyarakat di daerah pegunungan dan pesisir pun berebeda. Seperti halnya di Ambon, Maluku, yang terkenal dengan keindahan alam bawah lautnya dan kebiasaan masyarakat pesisir yang unik.
Masyarakat pesisir kota Ambon, memiliki kebiasaan unik dimana ketika air laut surut (meti) mereka berbondong bondong pergi ke pantai dengan membawa obor atau petromak. Disana mereka berburu cacing laut atau biasa disebut Laor. Masyarakat biasa menyebut tradisi ini dengan sebutan Timba Laor atau dalam bahasa Indonesia berarti mengambil atau menangkap Laor.
Laor merupakan jenis cacing laut kecil (Annelida) yang mempunyai nama ilmiah Eunice Viridis berukuran 2-30 centimeter. Tradisi ini biasanya dilakukan saat dini hari atau petang menjelang matahari terbenam, ini dilakukan karena Laor akan mengikuti cahaya obor atau lampu petromak.
Untuk menangkap Laor masyarakat menggunakan alat yang disebut Seru atau masyarakat biasa menyebutnya Nyiru untuk menyaring cacing yang kemudian ditaruh di wadah ember atau loyang. Laor menjadi buruan utama warga selain ikan karang yang muncul saat air laut surut.
Tradisi ini dilakukan tidak hanya oleh orang dewasa melainkan oleh berbagai kalangan, baik anak-anak, maupun pemuda. Selain masyarakat pesisir, banyak juga masyarakat dari pusat kota Ambon yang sengaja datang untuk mengikuti atau hanya sekedar melihat tradisi ini. Dalam tradisi ini terdapat makna kebersamaan dan gotong royong.
Laor muncul ke permukaan untuk berkembang biak saat bulan purnama. Timba Laor biasanya diadakan di bulan Maret atau April. Fenomena kemunculan Laor hanya beberapa malam setiap musimnya, ini menjadi peristiwa yang dinantikan masyarakat.
Proses dan Ritual Timba Laor
Saat menjelang Bulan Purnama di bulan Maret atau april, masyarakat biasanya mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk menagkap Laor seperti, jaring kecil, ember, dan lampu petromak atau obor.
Saat dini hari atau menjelang petang masyarakat mulai turun ke pantai saat air laut mulai surut dan cacing Laor mulai berenang di permukaan. Masyarakat dengan jaring kecilnya mulai menangkap Laor yang terlihat dari cahaya petromak kemudian setelah berhasil ditangkap, dimasukan kedalam ember yang sudah mereka bawa.
Setelah selesai menangkap Laor, masyarakat biasanya mengolahnya menjadi makanan khas yang berbahan dasar Laor seperti pepes Laor dan sebagainya.
Tradisi ini mengajarkan tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan patut untuk dilestarikan. Peran juga pemerintah diperlukan untuk melestarikan budaya unik ini. [IQT]