Tim Astronom Chili Menemukan Bintang Merah Super Raksasa Sedang Sekarat

Gambar WOH G64 yang diambil oleh VLT (kiri) dan kesan artistik yang menunjukkan bagaimana bintang merah super raksasa itu sedang sekarat (kanan). Tim astronom Chile mengungkapkan bahwa WOH G64 akan meledak. (Sumber: Space.com)

Bintang adalah bola gas panas raksasa yang sebagian besar terdiri atas hidrogen, sedikit helium, dan sejumlah kecil unsur lainnya. Para astronom memperkirakan bahwa terdapat satu septiliun bintang di alam semesta. Bima Sakti (Milky Way) kita saja berisi lebih dari 100 miliar bintang, termasuk matahari.

Setiap bintang memiliki siklus hidupnya sendiri, berkisar antara beberapa juta hingga triliunan tahun. Siklus hidup bintang dimulai dari pembentukan awan besar gas dan debu, protobintang, dan kematian bintang.

Pada Kamis (22/11/2024), tim astronom Chili berhasil mengambil gambar yang menunjukkan sebuah bintang merah super raksasa di luar Bima Sakti sedang sekarat. Bintang itu disebut WOH G64. Pengamatannya dilakukan menggunakan teleskop khusus milik Observatorium Eropa Selatan (ESO) yang disebut Very Large Telescope Interferometer (VLTI).

Melansir dari situs Space.com, WOH G64 terletak 160.000 tahun cahaya jauhnya di Awan Magellan Besar (LMC), yaitu galaksi katai pendamping Bima Sakti. Bintang ini mendapat julukan “bintang raksasa” karena ukurannya yang 2.000 kali lebih besar dari matahari.

Melalui pantauan VLTI, bintang ini memiliki aliran material yang membentuk semacam kepompong gas dan debu di sekitarnya. Aliran material ini menunjukkan bahwa WOH G64 sedang berada dalam tahap akhir hidupnya dan mengarah ke ledakan supernova.

“Untuk pertama kalinya, kami berhasil mengambil gambar bintang yang sekarat di galaksi di luar Bima Sakti kita,” kata pemimpin tim Keiichi Ohnaka, seorang astrofisikawan dari Universidad Andrés Bello. “Kami menemukan kepompong berbentuk telur yang mengelilingi bintang tersebut. Kami sangat gembira karena ini mungkin terkait dengan pelepasan material yang drastis dari bintang yang sekarat sebelum ledakan supernova.”

WOH G64 telah menjadi target pengamatan Ohnaka dan rekan-rekannya selama beberapa waktu. Timnya telah mempelajari bintang tersebut dengan bantuan VLTI di Gurun Atacama di Chili Utara sejak tahun 2005 dan 2007. Meskipun penyelidikan ini telah membantu mengungkap beberapa karakteristik bintang merah super raksasa tersebut, tim harus menunggu hingga pengembangan instrumen VLTI generasi kedua yang disebut “GRAVITY” untuk menangkap gambar WOH G64 yang sebenarnya.

Instrumen GRAVITY menggabungkan cahaya dari empat teleskop VLT untuk mengambil gambar objek redup dengan sensitivitas tinggi. Melalui pencitraan oleh GRAVITY, Ohnaka dan rekannya berhasil menemukan bahwa bintang WOH G64 telah meredup selama dekade terakhir.

“Kami menemukan bahwa bintang tersebut telah mengalami perubahan signifikan dalam 10 tahun terakhir, memberi kami kesempatan langka untuk menyaksikan kehidupan bintang secara langsung,” kata Gerd Weigelt, seorang anggota tim dan seorang profesor astronomi di Institut Max Planck untuk Astronomi Radio di Bonn, Jerman.

Saat mendekati saat-saat terakhir hidupnya, pergolakan yang dialami oleh bintang super raksasa seperti WOH G64 akan menyebabkannya melepaskan lapisan luar gas dan debu dalam suatu proses yang dapat berlangsung ribuan tahun.

WOH G64 meredup karena melepaskan lapisan material untuk menciptakan selubung berbentuk telur di sekitarnya. Kepompong itu juga bisa jadi merupakan hasil dari pengaruh gravitasi bintang pendamping yang belum ditemukan di dekat WOH G64.

Kemungkinan besar para astronom tidak akan bisa mengambil gambar bintang WOH G64 lagi di masa depan. Itu karena saat bintang merah super raksasa tersebut terus memuntahkan gas dan debu, ia akan semakin redup, sehingga pengambilan gambar akan semakin sulit. Diharapkan pembaruan pada VLTI, khususnya instrumen GRAVITY+, akan dapat memfasilitasi pengambilan gambar WOH G64 saat mendekati kehancurannya.

Seperti apa siklus hidup bintang?

Melansir dari situs resmi NASA, bintang terbentuk dari awan gas dan debu besar yang disebut awan molekuler. Awan molekuler berkisar antara 1.000 hingga 10 juta kali massa Matahari dan dapat membentang hingga ratusan tahun cahaya.

Awan molekuler bersifat dingin dan menyebabkan gas menggumpal, menciptakan kantong-kantong dengan kepadatan tinggi. Beberapa gumpalan ini dapat bertabrakan satu sama lain atau mengumpulkan lebih banyak materi, memperkuat gaya gravitasi mereka saat massa mereka tumbuh. Akhirnya, gravitasi menyebabkan beberapa gumpalan ini runtuh.

Ketika ini terjadi, gesekan menyebabkan material memanas. Pemanasan ini mengarah pada pembentukan protobintang atau bintang bayi. Pada awalnya, sebagian besar energi protobintang berasal dari panas yang dilepaskan oleh keruntuhan awalnya.

Setelah jutaan tahun, tekanan dan suhu yang sangat besar di inti bintang akan menekan inti atom hidrogen untuk membentuk helium, sebuah proses yang disebut fusi nuklir. Fusi nuklir melepaskan energi yang memanaskan bintang dan mencegahnya dari keruntuhan lebih lanjut di bawah gaya gravitasi.

Para astronom menyebut bintang yang secara stabil menjalani fusi nuklir hidrogen menjadi helium sebagai bintang deret utama. Ini adalah fase terpanjang dalam kehidupan bintang. Luminositas, ukuran, dan suhu bintang akan berubah secara perlahan selama jutaan atau miliaran tahun selama fase ini. Matahari kita kira-kira berada di tengah-tengah tahap deret utamanya.

Massa bintang akan menentukan seberapa cepat bintang itu menghabiskan pasokan energinya. Bintang bermassa lebih rendah akan terbakar lebih lama, lebih redup, dan lebih dingin daripada bintang yang sangat masif.

Bintang yang lebih masif harus menggunakan lebih banyak bahan bakar untuk menghasilkan energi yang mencegahnya runtuh karena beratnya sendiri. Beberapa bintang bermassa rendah akan bersinar selama triliunan tahun, sementara beberapa bintang masif hanya akan hidup selama beberapa juta tahun.

Pada permulaan dari akhir kehidupannya, inti bintang akan kehabisan hidrogen untuk diubah menjadi helium. Ini akan menyebabkan bintang tidak mampu menciptakan tekanan yang dapat membantunya menyeimbangkan diri dengan gaya gravitasi. Akibatnya, bintang mulai runtuh.

Akan tetapi, tekanan pada inti bintang juga dapat meningkatkan suhu dan tekanannya, membuat bintang perlahan-lahan mengembang. Detail tahap akhir kematian bintang sangat bergantung pada massanya.

Atmosfer bintang bermassa rendah akan terus mengembang hingga menjadi bintang subraksasa atau bintang raksasa sementara fusi mengubah helium menjadi karbon di bagian intinya. Beberapa bintang raksasa dapat menjadi tidak stabil dan berdenyut, secara berkala mengembang dan mengeluarkan sebagian atmosfernya.

Akhirnya, semua lapisan luar bintang tertiup angin, menciptakan awan debu dan gas yang mengembang yang disebut nebula planet. Yang tersisa dari bintang tersebut hanyalah intinya, yang sekarang disebut katai putih, yaitu serpihan bintang seukuran Bumi yang secara bertahap mendingin selama miliaran tahun.

Bintang bermassa tinggi memiliki proses yang lebih jauh. Fusi mengubah karbon menjadi unsur yang lebih berat seperti oksigen, neon, dan magnesium, yang akan menjadi bahan bakar masa depan untuk inti bintang.

Untuk bintang terbesar, rantai ini berlanjut hingga silikon melebur menjadi besi. Proses ini menghasilkan energi yang menjaga inti bintang agar tidak runtuh, tetapi setiap bahan bakar baru akan semakin mengurangi waktu yang dibutuhkan.

Seluruh proses ini hanya memakan waktu beberapa juta tahun. Pada saat silikon menyatu menjadi besi, bintang akan kehabisan bahan bakar dalam hitungan hari. Langkah selanjutnya adalah melebur besi menjadi elemen yang lebih berat, tetapi hal itu membutuhkan energi alih-alih melepaskannya.

Inti besi bintang mulai runtuh, dan pergolakan gaya yang terjadi di antara nukleinya akan menciptakan sebuah gelombang kejut yang bergerak keluar melalui bintang. Hasilnya adalah ledakan besar yang disebut supernova.

Inti bintang bertahan sebagai sisa yang sangat padat, yang dalam proses selanjutnya dapat membentuk bintang neutron maupun lubang hitam. Jika tingkat kepadatannya rendah, inti tersebut akan berubah menjadi bintang neutron. Jika tingkat kepadatannya tinggi, maka inti bintang itu akan menjadi lubang hitam.

Material yang terlempar ke kosmos karena supernova dan peristiwa bintang lainnya akan memperkaya awan molekuler di masa mendatang dan menyatu dengan bintang generasi berikutnya. [BP]